Manado, (ANTARA News) - PT Newmont Minahasa Raya (NMR) belum memiliki izin permanen penempatan tailing pembuangan limbah di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa (Minsel), Sulawesi Utara (Sulut).
"Kementerian Lingkungan Hidup belum pernah memberikan izin permanen kepada PT NMR membuang limbah di Teluk Buyat," kata Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Sonny Keraf dalam sidang kasus pencemaran PT NMR, Jumat (27/1) di Manado, Sulut.
Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua, Ridwan Damanik SH didampingi empat hakim anggota, dihadiri terdakwa, Presiden Direktur PT NMR, RBN, bersama penasehat hukumnya dan dihadiri para jaksa.
Sonny Keraf mengatakan, perusahaan penambangan emas tersebut baru memiliki ijin sementara penempatan tailing didasar laut Teluk Buyat.
Sehubungan adanya klaim maupun berbagai keluhan serta isu mengenai pencemaran lingkungan dari berbagai kalangan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah meminta PT NMR melakukan studi Ecological Risk Assessment (ERA).
Atas permintaan tersebut, PT NMR telah membuat studi ERA, namun metedologinya tidak memenuhi persyaratan, sehingga perusahaan penambangan emas itu diminta melakukan studi ERA ulang.
Sampai batas waktu telah ditentukan selama enam bulan, PT NMR belum memasukan kembali hasil studi ERA, kata Sonny Keraf, sambil menambahkan, studi ERA itu sangat penting untuk mengetahui baku mutu limbah
Sementara itu, terdakwa Presiden Direktur PT NMR, RBN, mengatakan, pembuangan limbah perusahaan penambangan tersebut telah memiliki izin Menteri dan sudah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Izin penempatan tailing didasar teluk tersebut belum pernah dicabut, dan juga PT NMR telah membuat studi ERA seperti diminta oleh KLH, kata RBN, sambil menambahkan, belum ada aturan mengharuskan perusahaan itu membuat studi ERA.
Sidang tersebut juga menampilkan saksi Mantan Deputy Bidang Pencemaran Sumber Institusi KLH, Isa Karmisa.
Dalam kasus pencemaran Teluk Buyat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjadikan terdakwa I PT NMR dan terdakwa kedua Presiden Direktur PT NMR, RBN diancam pidana pasal 41 ayat (1) jo. pasal 45. pasal 46 ayat (1), dan pasal 47 Undang-undang Nomor 23 tahun 1997.(*)
Copyright © ANTARA 2006