investor dari lima negara yaitu Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Singapura, dan Australia, siap menggarap kawasan wisata Mandalika yang terletak di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Selatan ituJakarta (ANTARA News) - Pemerintah menetapkan wilayah seluas 1.200 hektar di Lombok Selatan, Nusa Tenggara Barat, sebagai kawasan ekonomi khusus berbasis pariwisata dengan tujuan menciptakan sentra wisata baru.
Dalam konferensi pers usai rapat koordinasi percepatan dan perluasan pembangunan di NTB yang dipimpin Presiden Susilo B Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat, Menko Perekonomian Hatta Radjasa menyatakan pemberlakuan kawasan ekonomi khusus itu berbarengan dengan peresmian bandara internasional di Lombok pada Oktober 2011.
"Oktober ini bandara internasional di Lombok mulai operasi, untuk itu maka pada saat bersamaan kita merencanakan untuk menetapkan lahan atau area di Lombok Selatan sebagai kawasan ekonomi khusus pariwisata," tutur Hatta.
Kawasan yang hanya berjarak 16 kilometer dari bandara internasional itu diharapkan dapat menjadi daya tarik baru bagi para wisatawan mancanegara maupun lokal selain sentra wisata yang sudah ada di kawasan Senggigi maupun di provinsi Bali.
Kawasan di Lombok Selatan tersebut tadinya akan digarap oleh investor dari Uni Emirat Arab, Emaar Properties, dengan nilai Rp21 triliun. Namun, rencana pembangunan kawasan wisata tersebut batal akibat krisis ekonomi global pada periode 2008-2009.
Kini, investor dari lima negara yaitu Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Singapura, dan Australia, siap menggarap kawasan wisata Mandalika yang terletak di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Selatan itu.
Pemerintah pusat, menurut Hatta, siap mendukung pengembangan kawasan sentra wisata Mandalika dengan pembangunan infrastruktur yang memadai untuk menghubungkan bandara internasional yang akan diresmikan dengan daerah tersebut.
"Dalam hal ini arahan Presiden agar dipercepat, jangan sampai bandara selesai tetapi kawasan-kawasan wisatanya belum berkembang. Untuk itu segera ditetapkan kawasan ekonomi khusus berbasis pariwisata," ujarnya.
Pemerintah telah memutuskan untuk memberlakukan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan di NTB menyusul kebijakan serupa di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain memproritaskan potensi pariwisata, NTB juga dikembangkan sebagai sentra produksi pangan yang meliputi pertanian, peternakan, dan kelautan.
Menurut Hatta, percepatan dan perluasan pembangunan di NTB juga termasuk eksplorasi energi geothermal di daerah pegunungan Rinjani yang masih membutuhkan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan karena berada dalam kawasan hutan primer yang memerlukan ijin khusus.
"Akan dikoordinasikan dengan Kementerian Kehutanan karena dikecualikan untuk kepentingan geothermal di lahan primer," ujarnya. (ANT)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011