Jakarta (ANTARA News) - Dialektika demokrasi di Press Room DPR pada Jumat membahas RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi yang sedang dibahas DPR, dengan menghadirkan praktisi seni dan praktisi pers Arswendo Atmowiloto, Ketua PP Muslimat Khofifah Indar Parawansa dan Ketua Pansus RUU Pornografi dan Pornoaksi DPR, Balkan Kaplale.
Sampai saat ini DPR masih membahas RUU tersebut dan terus menerima masukan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi.
Di tengah pembahasan RUU, muncul pro dan kontra mengenai substansi dan batasan pornografi dan pornoaksi.
Kontroversi ini berkaitan dengan substansi dan batasan mana yang termasuk porno dan tidak, karena terkait dengan kreatifitas dan karya seni.
Sebelumnya, Kamis (26/1) sejumlah artis ibukota, menemui pimpinan dan anggota Fraksi PPP DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta untuk menyampaikan masukan berkaitan dengan pembahasan RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi.
Mereka yang datang antara lain Inneke Koesherawati, Peggy Melati Sukma, Emilia Contessa, Rahman Yakob dan Miscbah Yusa Biran dan diterima Ketua Fraksi PPP DPR, Endin J Soefihara dan sejumlah anggota lainnya.
Dalam pernyataannya para artis mendukung RUU Pornografi dan Pornoaksi serta mendesak DPR segera menuntaskan pembahasan RUU itu, sehingga segera bisa disetujui untuk disahkan, namun diingatkan bahwa batasan dan definisi porno harus lebih dipertegas dan diperjelas agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
Peggy Melati menilai pentingnya RUU ini. RUU tersebut juga harus lebih mendorong aparat untuk memberantas penerbitan bernuansa porno yang saat ini banyak beredar di masyarakat.
Kalaupun tidak diberantas, kata dia, peredarannya harus dibatasi sehingga hanya orang tertentu yang bisa mendapatkan dan membacanya. Peredarannya sudah memprihatinkan dan mengkhawatirkan.
Inneke Koesherawati menyatakan sebenarnya definisi dan pembatasan istilah porno tidak perlu diperdebatkan apabila semua pihak mengacu ke definisi atau batasan yang berasal dari kaidah agama.
Sedangka Emilia Contessa mengemukakan pihaknya menentang rencana peredaran majalah Playboy versi Indonesia.
"Thailand saja melarang peredaran majalah itu. Mengapa di Indonesia justru diizinkan," katanya.
Fraksi PPP menghargai masukan dari kalangan artis mengenai pornografi dan pornoaksi. Fraksi PPP juga bertekad akan mempercepat pembahasan RUU ini. (*)
Copyright © ANTARA 2006