Jakarta (ANTARA News) - Dewan Keamanan (DK) PBB, Rabu (20/7), mensahkan pernyataan presiden, dan mengatakan, "Dampak perubahan iklim, yang merugikan, mungkin, dalam jangka panjang, menambah parah ancaman tertentu yang ada bagi keamanan dan perdamaian internasional."

"Dewan Keamanan menyatakan dalam masalah yang berkaitan dengan pemeliharaan keamanan dan perdamaian internasional, yang menjadi pertimbangannya, analisis konflik dan keterangan kontekstual mengenai ... dampak perubahan iklim sangat penting. Ketika dampak semacam itu menjadi kendali konflik, maka itu menimbulkan tantangan bagi penerapan mandat Dewan atau membahayakan proses konsolidasi perdamaian," kata Presiden DK.

Pernyataan itu dibacakan oleh Duta Besar Jerman di PBB Peter Witting, yang negaranya memangku jabatan bergilir presiden DK untuk Juli, dalam perdebatan terbuka DK mengenai upaya untuk memelihara keamanan dan perdamaian internasional sehubungan dengan dampak perubahan iklim.

Di dalam pernyataan presiden, DK --sebagaimana dilaporkan Xinhua, yang dipantau ANTARA di Jakarta-- juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk menjamin laporannya ke Dewan berisi "keterangan kontekstual semacam itu".

DK juga menyampaikan kemungkinan dampak keamanan akibat hilangnya wilayah beberapa negara yang disebabkan oleh naiknya permukaan air laut, terutama di negara pulau dataran rendah.

Dewan, yang menyerukan "kerja sama paling luas yang mungkin dilakukan oleh semua negara", mengimbau dilancarkannya "reaksi internasional yang sesuai", termasuk pelaksanaan keamanan yang mungkin.

Perubahan iklim yang terjadi saat ini mengkhawatirkan beberapa negara kepulauan di daerah khatulistiwa seperti Indonesia, Brazil, Zaire dan Congo. Daerah tersebut disebut-sebut dapat tenggelam jika perubahan iklim kian parah.

Kondisi itu mengancam Indonesia, yang memiliki keanekaragaman hayati. Dunia akan kehilangan ribuan pulau dan potensi perang. Untuk negara Eropa dan Amerika itu tidak terlalu berpengaruh, bahkan kedua wilayah tersebut bisa dikatakan mendapat lahan baru, kata mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, dalam diskusi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)-Society of Indonesia Environment Journalist (SIEJ) dengan tema Politik dan Pembangunan Berkelanjutan di Solo, Jawa Tengah, Rabu (20/7/2011). (*)
(T.C003/A008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011