Washington (ANTARA) - Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada Kamis (3/2/2022) bahwa "terlalu dini" untuk mengatakan jika dunia menghadapi periode inflasi berkelanjutan, tetapi memperingatkan bahwa kegagalan untuk membuat ekonomi lebih tahan terhadap guncangan di masa depan dapat menyebabkan masalah-masalah besar.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan kepada wartawan bahwa pembuat kebijakan global perlu secara hati-hati mengkalibrasi kebijakan fiskal dan moneter mereka pada tahun 2022 untuk memastikan bahwa penarikan dana dukungan COVID-19 secara luas dan kenaikan suku bunga tidak merusak pemulihan.
IMF pekan lalu memangkas perkiraan ekonominya untuk Amerika Serikat, China, dan ekonomi global, dan mengatakan ketidakpastian tentang pandemi, inflasi, gangguan pasokan dan pengetatan moneter AS menimbulkan risiko lebih lanjut.
Tidak seperti tahun pertama pandemi pada tahun 2020, ketika para menteri keuangan dan gubernur bank sentral mengoordinasikan dan menyinkronkan tindakan mereka, keadaan sekarang sangat bervariasi di seluruh dunia, dan itu membutuhkan lebih banyak "kekhususan" dalam tanggapan, katanya.
Baca juga: IMF: Konflik Rusia-Ukraina akan dorong inflasi tinggi lebih lama
Georgieva mengatakan pandemi COVID-19 tetap menjadi risiko terbesar yang dihadapi ekonomi global dan sangat penting untuk meningkatkan upaya untuk meningkatkan tingkat vaksinasi di negara-negara berpenghasilan rendah, dan memenuhi target global untuk memvaksinasi 70 persen orang di negara-negara di seluruh dunia pada pertengahan 2022.
Ketua IMF mengatakan inflasi telah berlangsung lebih lama dan meningkat lebih tinggi dari yang diharapkan, karena gangguan rantai pasokan, permintaan barang konsumen yang lebih kuat dari perkiraan, dan guncangan iklim pada harga pangan.
Ditanya apakah keadaan itu, dan meningkatnya krisis antara Rusia dan Barat atas Ukraina, dapat mengantarkan era inflasi yang berkelanjutan, Georgieva mengatakan, "Jawaban singkatnya adalah, terlalu dini untuk mengatakannya. Apa yang bisa kita antisipasi adalah dunia yang lebih rawan goncangan."
Dia mengatakan upaya sekarang untuk berinvestasi lebih banyak dalam ketahanan manusia, ekonomi, dan lingkungan, akan membantu menciptakan lebih banyak peluang untuk pertumbuhan pekerjaan dan kemakmuran yang lebih besar.
Kegagalan untuk melakukan investasi semacam itu akan menghasilkan prospek yang lebih suram, yang akan mengakibatkan "lebih banyak peristiwa tak terduga yang tidak kami persiapkan," kata Georgieva, menambahkan bahwa pembuat kebijakan juga tidak siap untuk menghadapi lebih dari satu krisis pada satu waktu.
Baca juga: Negara-negara di Asia diperkirakan lolos dari goncangan inflasi global
Baca juga: Airlangga : Inflasi 2021 terkendali rendah meski global naik
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022