"Ketika tidak ada yang serius mengelola potensi sumber daya alam itu, saya ambil peluang tersebut. Sekarang, selain bahan mentahnya dihargai tinggi oleh pihak luar, hasil produksinya juga digemari. Dalam konteks ini, saya berhasil memperbaiki ekonomi, batu fosil yang semula dihargai rendah akhirnya mempunyai nilai jual yang tinggi," ujar suami Vera Liliana Adi itu, Kamis, di Blambanganumpu, Waykanan, saat dihubungi dari Liwa.
Mempelajari usaha pengolahan batu secara otodidak tidak membuat ayah dari Amalia Huda, Bima Aulia Huda dan Faiz Daffa Huda itu semata-mata bertumpu pada finansial, tetapi juga keyakinan.
"Pada mulanya, ide mengelola dan menjual batu di daerah terpencil seperti Waykanan yang sampai dengan saat ini selalu lengang di setiap Sabtu dan Minggu, dinilai tidak logis oleh keluarga terkait dengan masalah pemasaran. Tetapi saya optimistis hal itu bisa kita atasi dengan berbagai jalan, salah satunya menggunakan internet," ujarnya.
Waktu berjalan, saat ini, produksi kerajinan batu yang ditekuninya sejak beberapa tahun lalu di galeri Faiz da Faiz, digemari kolektor luar negeri seperti Taiwan, Korea, Jepang dan Amerika.
"Selain keyakinan, kita membutuhkan kreativitas, kecermatan serta ketekunan untuk mencapai tujuan kita," kata dia.
Pada awalnya, lanjut dia, alat untuk membuat batu menjadi halus dan mengkilat dibikin sendiri dengan dinamo mesin jahit karena tidak tahu dimana harus membeli alat tersebut pada awalnya. Tetapi setelah dicoba, ternyata hasil kilat dan kehalusan batu serupa olahan dengan peralatan canggih.
Dalam menjalankan usaha kerajinan batu fosil, saat ini, Khairul Huda dibantu oleh lima orang tenaga kerja, tiga orang mengolah perhiasan seperti cincin dan liontin, yang dua lainnya mengerjakan batu pajang atau perhiasan ruang tamu. (ANT049/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011