Dalam tata kelola global ini, kepercayaan itu menjadi penting

Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan travel bubble (gelembung perjalanan) yang akan digunakan dalam Presidensi G20 perlu dibangun melalui kerja sama antar negara yang ada di kawasan ASEAN.

“Jangan berpikir seperti travel bubble dengan negara-negara luar. Jangan jauh-jauh seharusnya, yang dibangun bersama di dalam kawasan saja dulu,” kata Dicky saat dihubungi melalui telepon oleh ANTARA di Jakarta, Kamis.

Menanggapi diciptakannya travel bubble dalam Presidensi atau Keketuaan G20, Dicky menuturkan perlu adanya sebuah strategi atau kesepahaman yang bisa disepakati guna menciptakan kondisi pandemi menjadi lebih aman, terkendali dan dapat pulih bersama.

Dalam kesepahaman itu, akan jauh lebih baik bila memiliki sebuah travel bubble yang memperhatikan beberapa indikator.

Seperti travel bubble yang dibangun melalui kerja sama dengan negara-negara yang tergabung dalam kawasan ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand dan Brunei Darussalam yang sudah memiliki kepercayaan antar satu sama lainnya.

Baca juga: Pemerintah buka gelembung perjalanan Singapura ke Batam-Bintan

Baca juga: Indonesia siapkan skenario gelembung perjalanan selama Presidensi G20

“Dalam tata kelola global ini, kepercayaan itu menjadi penting. Jadi kalau bicara ini tentu yang jauh lebih mudah adalah dengan negara kawasan seperti ASEAN tadi, atau negara tetangga seperti Australia atau agak jauh, dengan China misalnya,” ujar pria yang juga Peneliti Pandemi dan Global Health Security itu.

Selain kepercayaan, travel bubble yang dibangun berdasarkan peluang kerja sama yang menguntungkan serta ketertarikan yang sama terhadap penanggulangan wabah tersebut, dapat memperkuat setiap negara dalam menghadapi COVID-19.

Dicky mencontohkan seperti halnya yang dilakukan Eropa dalam memulihkan ekonomi pada saat ajang Piala Eropa. Beberapa negara di Eropa, bekerja sama membuat sebuah passport vaksin yang dapat digunakan bila ingin melakukan perjalanan antar negara, sehingga sektor wisata dapat pulih dengan aman.

"Ini yang bisa kita tiru. Sebetulnya di ASEAN juga lumayan padat meskipun Indonesia lumayan penduduknya. Tapi, kalau bersama itu bisa jauh lebih baik," kata Dicky.

Pemerintah Indonesia juga dapat mengajak sejumlah negara tetangga untuk membangun sebuah strategi yang dapat mencegah terjadinya infeksi lebih meluas baik akibat COVID-19 maupun wabah penyakit menular lainnya.

Dengan demikian, dia menyarankan pemerintah setidaknya membangun travel bubble yang aman bersama dengan negara seperti Australia, Singapura atau bahkan Thailand terlebih dahulu, sebelum melangkah bersama negara yang berlokasi lebih jauh seperti Turki dan Skandinavia.

“Inilah mutual interest, sehingga kalau kita mengajak negara-negara yang memiliki ketertarikan yang sama, itu akan jauh lebih mudah. Saya kira kita harus lakukan ini dan sudah saya sampaikan selaku Penasehat Sandiaga Uno. Tapi presiden harus tahu sekali dan menjadi hal yang kita pilih,” tegasnya.

Travel bubble merupakan kesepakatan antara dua atau lebih negara untuk mengontrol dan memutus penyebaran COVID-19 dengan memberikan batasan tertentu pada perjalanan lintas negara dengan menciptakan sebuah gelembung atau koridor perjalanan.


Baca juga: MotoGP Indonesia 2022 di Mandalika terapkan sistem travel bubble

Baca juga: Menkumham dukung kebijakan "travel bubble" dukung pemulihan pariwisata

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022