Cirebon (ANTARA News) - Menteri Perindustrian MS Hidayat mengakui, ekspor mebel rotan selama empat tahun terakhir mengalami penurunan.
Penurunan ekspor mebel rotan itu akibat masalah kesulitan bahan baku rotan dan menurunnya daya saing di tingkat global, kata Menperin di Cirebon, Selasa.
Ia mengungkapkan, tahun 2007 volume ekspor mencapai 13.000 ton dengan nilai 319 juta dolar AS, ekspor tahun 2008 mencapai 76.000 ton senilai 279 juta dolar, tahun 2009 volumenya 53.000 ton senilai 167 juta dolar, dan tahun 2010 mencapai 43.000 senilai 108 juta dolar.
"Saya datang ke sentra industri rotan di Cirebon ingin melihat gambaran utuh apa yang terjadi dan gambaran itu sudah saya dapat," katanya saat Dialog Revitalisasi Industri Rotan di Indonesia yang dihadiri sejumlah pemangku kepentingan dalam bisnis mebeler rotan.
Ia mengaku dari masukan sejumlah pengusaha besar sampai sub kontraktor kecil memang telah terjadi penurunan pesanan akibat kalah bersaing dengan China. Kalaupun ada pesanan, ternyata terkendala kelangkaan bahan baku rotan, kata menteri.
"Ada sub kontraktor yang tenaga kerjanya dulu bisa sampai 100 orang, sekarang tinggal 10 orang. Pengrajin juga kesulitan bahan baku, sehingga marjin keuntungannya menjadi kecil," katanya.
Oleh karena itu, Menperin berharap dialog itu akan menyatukan persepsi bagaimana mencari solusi dari sejumlah masalah itu termasuk menghadapi akan berakhirnya SK Mendag No36/2009 tentang ekspor bahan baku rotan.
Menperin MS Hidayat, mengatakan, pihaknya akan membuat gugus tugas atau "taske force" untuk merumuskan regulasi rotan bersamaan dengan akan berakhirnya SK Mendag no.36/2009 itu.
"Karena akan berakhir maka harus harus diperbaharaui. Kami akan lakukan rumusan antara Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, tetapi sebelumnya saya perlu berdialog dulu dengan stakeholder," katanya.
Ia berjanji regulasi yang akan dihasilkan diharapkan bisa menjadi modal untuk membangkitkan kembali industri rotan di Indonesia.
Selain soal bahan baku, ia juga bertekad untuk terus memperkenalkan "brand" mebel rotan Indonesia sebagai produk yang "genuine" karena memang dihasilkan dari hutan-hutan di Indonesia.
"Kita akan buat road map industri rotan mulai regulasi bahan baku, proses produksi sampai strategi pasarnya untuk mendukung program revitalisasi ini," katanya.
Terkait Program Hilirisasi, MS Hidayat menegaskan itu menjadi program Pemerintah dan pada tahap pertama dirinya mendapat tugas untuk melakukan hilirisasi pada agrobisnis termasuk rotan.
"Yang sudah jalan yaitu komoditas kelapa sawit, karet, dan kakao. Jadi kalau produk itu diekspor mentah, maka akan dikenakan pajak tinggi, tetapi kalau investor mau membangun industri pengolahan di dalam negeri maka akan dijamin pasokan bahan bakunya," katanya.
Tahapan selanjutnya, menurut Hidayat, adalah hilirisasi untuk industri kimia dan pertambangan.
"Sesuai UU Pertambangan maka tahun 2014 tidak ada lagi eskpor bahan mentah. Semua harus sudah diolah di dalam negeri seperti timah, nikel, dan tembaga," katanya.
Ia menegaskan, kebijakan itu untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri. "Kalau ekspor bahan mentah terus, katanya kita jadi mengikuti seperti VOC di Zaman Belanda," katanya.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan hasil Hutan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Yamanah, yang hadir pada acara itu mengatakan, "Kami mendukung produk raw material diolah di dalam negeri. Ini akan menciptakan nilai tambah di sini."
Mengenai permasalahan bahan baku rotan, ia mengingatkan jika ekspor bahan baku dilarang, maka industri dalam negeri harus bisa menyerap semua hasil rotan agar petani rotan tidak merugi karena anjlognya harga akibat tidak semua terserap. (B013/A027/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011