Jakarta (ANTARA News) - Seluruh pimpinan instansi penegak hukum di Indonesia menyepakati perlindungan terhadap whistleblower sebagai justice collaborator (pelapor pelaku) suatu tindak pidana.
Penandatanganan pernyataan bersama yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung Harifin A. Tumpa, Kapolri Jendral Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqqodas dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai, di Jakarta, Selasa.
Dalam penandatangan yang dikemas bersama dengan acara seminar internasional tentang perlindungan "Whistle Blower" sebagai "Justice Collaborator" ini disaksikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto.
Ketua LPSK Semendawai mengungkapkan, pernyataan bersama ini merupakan komitmen bersama institusi penegak hukum dalam memberikan perlindungan whistleblower.
"Selain itu juga memikirkan bersama untuk justice collaborator yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus kejahatan besar seperti teroris, pencucian uang dan pembalakan liar," katanya.
Semendawai berharap dengan adanya kesepakatan ini ke depan tidak terjadi kasus saling menyalahkan antara penegak hukum, kemudian sudah ada aturan jelas soal perlindungan seperti apa yang bakal diberikan.
Ketua LPSK ini juga mengungkapkan bahwa seminar yang digelar ini untuk merumuskan batasan soal whistle blower.
"Whistle blower ini apa saja batasannya, sehingga dalam pelaksanaannya tidak saling menyalahkan karena sebenarnya tidak masuk," katanya saat konferensi pers.
Semendawai juga mengatakan akan membahas juga perlindungan yang diberikan kepada "whistle blower" dan berupa keringan seperti grasi dari presiden atau keringan hukuman dari Menkumham.
Dia mengungkapkan bahwa seminar yang diselenggarakan LPSK ini untuk menyamakan persepsi dan merumuskan aturan yang jelas dan konkrit.
Semendawai juga mengungkapkan bahwa pernyataan bersama ini akan dilanjutkan dengan dibuat surat keputusan bersama paling lambat Desember 2011.
Sementara itu, Sekretaris Satuan Tugas PMH Denny Indrayana mengatakan pihaknya bersama LPSK telah mendorong perlindungan terhadap whistle blower sebagai justice collaborator dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Kesepakatan ini bisa mempercepat proses revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006," katanya.
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011