Jakarta (ANTARA News) - Setelah mengembangkan potensi sumber daya alam di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2006 ini akan melakukan hal yang sama di wilayah perbatasan RI dengan Malaysia. "Sebelum melakukan pengembangan lebih lanjut, saat ini kami telah mengirim tim peneliti masalah sosial ke Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malino," kata Koordinator Program Iptek LIPI, Arjuno Brojonegoro di Jakarta, Kamis. Ia mengemukakan, pengembangan Kabupaten Nunukan di Kalimantan Timur dan Kabupaten Malino di Sulawesi Tengah dilakukan, agar kawasan itu dapat bersaing dengan wilayah Malaysia. "Selama ini warga di sana selalu tergiur dengan wilayah di seberangnya, makanya daerah perbatasan itu harus diberdayakan," ujarnya. Menurut dia, pembangunan wilayah perbatasan sangat penting untuk menarik minat investor dan sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut. Ia tidak ingin fenomena sosial ekonomi di Pulau Sebatik, Kalimantan Timur, terjadi di beberapa wilayah perbatasan Indonesia lainnya. "Di Pulau Sebatik, yang merupakan bagian dari wilayah Indonesia, mata uangnya menggunakan ringgit, demikian juga dengan siaran televisi juga dari Malaysia," katanya. Oleh sebab itu, menurut Arjuno, langkah pertama yang akan dilakukan LIPI setelah penelitian sosial di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malino adalah membangun stasiun televisi lokal. "Pengembangan di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malino nantinya akan meniru model pengembangan yang sudah dilakukan di beberapa kabupaten di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, yakni Belu, Alor, Timor Tengah Utara dan Rote Ndao," ujarnya. Di perbatasan Indonesia-Timor Leste itu, LIPI melestarikan cendana melalui budidaya dengan tanaman ekonomi, perbaikan mutu genetik sapi, pengolahan pasca panen, pemancar dan relay TV, telepon pedesaan, pabrik es balok, pemetaan sumber air permukaan dan air tanah serta percontohannya, survei sosial-ekonomi-budaya (sosekbud), penyediaan air pedesaan dan pertanian lahan kering. "Secara keseluruhan ada sekitar 15 paket pengembangan di daerah itu mulai tahun 2003 hingga 2005 dengan biaya antara Rp2 hingga 2,4 miliar," kata Arjuno. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006