Jakarta, 19/7 (ANTARA) - Paradigma ketahanan pangan selama ini hanya terbatas pada kecukupan dan ketersediaan stok beras harus direduksi dan diubah. Disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada seminar Membangun Sinergi Sistem Penguatan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pangan di Daerah Kepulauan Indonesia Timur hari ini (19/7) di Ambon. Pengembangan pangan harus dilakukan berdasarkan potensi daerah dan ekonomi rakyat setempat sehingga dapat menciptakan kemandirian pangan dan mencegah adanya impor ilegal, lanjut Fadel.

Dalam mendukung percepatan pembangunan sektor pangan di Kawasan Timur Indonesia (KTI), khususnya di daerah kepulauan diperlukan konektivitas untuk mendukung distribusi pangan di wilayah-wilayah tersebut. Minapolitan merupakan jejaring pertumbuhan ekonomi kawasan yang dikembangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun distribusi pangan, khususnya ikan dalam dan antar wilayah.

Dalam kesempatan tersebut, Fadel kembali menegaskan komitmennya untuk menolak impor komoditas perikanan yang dilakukan secara ilegal ke wilayah Indonesia. "Saat ini ada pengajuan izin impor ikan sebesar 2,3 juta ton, dan semuanya ditolak", tegas Fadel. Penolakan impor ikan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi rakyat yang melakukan aktivitas usaha perikanan, di samping upaya KKP membangun dan meningkatkan kemandirian pangan. Program aksi yang akan dilakukan KKP dalam pembangunan ekonomi pangan terintegrasi mencakup tiga hal, yaitu pembangunan kelautan dan perikanan yang fokus pada pengentasan kemiskinan (pro poor), pembangunan kelautan dan perikanan yang fokus pada pengambangan wilayah (pro growth dan pro job), dan pengembangan kelautan dan perikanan yang fokus pada FDI (Foreign Direct Investment) yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan.

Fadel juga menyebut bahwa negara yang kuat ditandai dengan kemandirian, ketahanan serta kedaulatan terhadap sumber pangan guna memenuhi kebutuhan rakyatnya. "Krisis pangan ditandai dengan kelangkaan stok, naiknya harga pangan serta hambatan perdagangan antar negara harus menjadi pemacu Indonesia dalam menciptakan kemandirian pangan di era globalisasi", ucapnya.

Menurut Gubernur Maluku, Karel Albert Ralaahalu propinsi kepulauan pada umumnya dihadapkan pada permasalahan distribusi pangan, tidak terkecuali Propinsi Maluku. Sebagai lumbung ikan nasional, sektor kelautan dan perikanan telah ditempatkan sebagai sektor utama dalam percepatan pembangunan daerah Maluku. Untuk mendukung langkah tersebut, pembangunan cold storage berkapasitas 20 ribu ton sudah sangat dibutuhkan di Maluku, di samping upaya peningkatan status pelabuhan perikanan, dan peningkatan pengawasan sumberdaya ikan di propinsi ini. "Kemandirian pangan di pulau-pulau kecil dilakukan melalui diversifikasi pangan", tegas Karel.

Sementara anggota Wantipres, Ginanjar Kartasasmita menyebut bahwa ketahanan pangan menjadi isu strategis, disamping isu energi. Indonesia ditetapkan sebagai basis pengolahan pangan dunia. Koridor ekonomi di KTI telah menempatkan sektor energi, pangan dan perikanan sebagai sektor unggulan. "Besarnya potensi di KTI belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Hal ini tercermin dari masih tingginya angka kemiskinan di kawasan ini", sebut Ginanjar.

Penguatan dan pengembangan produksi, konsumsi, serta pengelolaan sistem distribusi ikan harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga kemandirian pangan dapat tewujud. Sebagai contoh adalah industri pengolahan ikan, utilitas rata-rata masih di angka 60-70% sehingga harus dipacu kembali agar utilitasnya meningkat melalui kerjasama antar propinsi dalam pertukaran komoditas pangan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan berupaya untuk terus mendorong tingkat konsumsi ikan dapat meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini menjadi salah satu indikator bahwa kesediaan ikan perlu terus ditingkatkan per tahunnya sehingga dibutuhkan pasokan yang kuat dan kontinyu kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015. Secara tidak langsung visi ini dapat meningkatkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan sehingga dapat menghindari ketergantungan kebutuhan protein hewani pada pihak asing. Ketersediaan omega 3, 6, dan 9 pada ikan memberikan beberapa manfaat seperti: tumbuh kembang bayi lebih cepat, anak balita lebih aktif dan cerdas, serta terhindar dari beberapa penyakit. Ikan juga membutuhkan hanya sedikit energi untuk memasaknya, berbeda dengan daging yang membutuhkan lebih banyak energi. Segmen ikan juga beragam, artinya ikan dapat memenuhi berbagai kelompok masyarakat.

Kegiatan hasil kerjasama antara Dewan Pertimbangan Presiden, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Pemerintah Daerah Propinsi Maluku ini bertujuan untuk menghasilkan rumusan dalam membangun sinergitas ketahanan pangan di daerah kepulauan. Rumusan ini selanjutnya akan digunakan sebagai bahan masukan Wantipres kepada presiden dalam menyusun kebijakan ketahanan pangan di Indonesia.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811836967

Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011