Kupang (ANTARA News) - Seluruh perjanjian batas perairan RI-Australia di Laut Timor yang ditandatangani kedua negara antara 1973-1997 harus dibatalkan karena tidak sesuai dengan data geologi dan geomorfologi, kata pemerhati masalah Laut Timor, Ferdi Tanoni

"Saya melihat banyak manipulasi yang dilakukan para perunding terkait dengan penetapan batas-batas dasar laut tertentu dan batas landas kontinen serta Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang lebih menguntungkan Australia, sehingga perlu dibatalkan," katanya di Kupang, Senin.

Ia mengemukakan hal ini menanggapi arogansinya Menteri Sumber Daya dan Energi Australia, Martin Ferguson yang memberikan persetujuan kepada pencemar Laut Timor PTTEP Australasia untuk melakukan pengeboran minyak dan gas di Basin Bonaparte, lepas pantai Kimberley Australia Barat, tanpa sedikitpun merasa bersalah dan bertanggungjawab terhadap rakyat dan Bangsa Indonesia.

Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) itu mengatakan, perjanjian batas-batas dasar laut tertentu dan ZEE yang disepakati pada 1997 hingga saat ini belum dan tidak pernah diratifikasi oleh parlemen kedua negara.

Anehnya, kata Tanoni yang juga penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu, Australia telah menggunakan perjanjian tersebut untuk mengklaim wilayah perairan tersebut sebagai teritorinya, termasuk seluruh kekayaan minyak dan gas yang terkandung di dalamnya.

Ia mengatakan, tumpahan minyak Montara yang maha dahsyat berlangsung selama lebih 70 hari di lepas pantai Australia Barat dan mencemari perairan Indonesia di Laut Timor itu, telah membawa kesengsaraan bagi ratusan ribu masyarakat di Timor Barat, Rote Ndao, Sabu, Alor, Lembata, Flores Timur, dan Sumba.

Ia mengemukakan, semua itu terjadi akibat kesalahan PTTEP Australasia dan pemerintah Australia, yang hingga saat ini hendak melarikan diri dari tanggung jawab mereka atas pencemaran minyak di Laut Timor itu.

Tanoni yang juga mantan agen imigrasi kedutaan besar Australia itu menyerukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan seluruh komponen bangsa agar bertindak tegas dan menghentikan langkah-langkah pemerintah Australia yang telah dan sedang menguasai Laut Timor yang kaya raya itu dan secara langsung maupun tidak telah pula menjajah rakyat Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ia mengatakan, YPTB dan aliansi serta jaringannya sedang mempertimbangkan secara matang untuk membatalkan seluruh perjanjian RI-Australia itu melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami memiliki bukti dan data yang cukup akurat dan kuat bagi MK untuk bisa membatalkan seluruh perjanjian RI-Australia di Laut Timor ini," katanya.

Namun, katanya, yang menjadi persoalan sekarang, apakah MK memiliki kewenangan untuk menangani perkara itu.

"Dan bila pun ada, apakah lembaga ini berani menyidangkan dan memutuskan perkara ini seadil-adilnya sesuai dengan fakta dan data yang ada," katanya.(*)
(T.L003/M029)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011