Kupang (ANTARA News) - Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri diminta mengkaji ulang moratorium atau penghentian sementara penerimaan pengawai negeri sipil 2011, kata anggota DPR asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur Herman Heri.
"Rencana moratorium PNS yang akan diberlakukan oleh pemerintah harus dilakukan dengan bijak agar tidak merugikan sejumlah daerah, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih membutuhkan PNS untuk melayani masyarakat," katanya di Kupang, Minggu.
Ia menyatakan akan meminta pemerintah pusat untuk lebih bijak lagi dalam penerapan moratorium PNS karena seharusnya kebijakan itu tidak diberlakukan seragam di seluruh Indonesia, tetapi perlu mempertimbangkan berbagai aspek termasuk kebutuhan di daerah.
Banyak daerah di wilayah ini, kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, yang baru terbentuk menjadi daerah otonomi, sehingga secara riil masih membutuhkan PNS untuk menjalankan kebijakan pemerintah.
"Kalau moratorium diberlakukan begitu saja di seluruh daerah, saya kira tidak adil dan akan sangat merugikan daerah ini," kata Herman Heri.
Menurut dia, potensi dan kebutuhan daerah harus juga menjadi pijakan pemerintah terkait rencana moratorium PNS tersebut.
Dia memahami dasar pelaksanaan moratorium PNS yang akan diberlakukan bertujuan menekan anggaran belanja aparatur yang mungkin terlampau banyak terutama gaji PNS.
Namun demikian, kata Herman Heri, kebijakan tersebut jangan hanya dilakukan tanpa kajian yang baik, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah sehingga tidak merugikan.
"Saya setuju kalau maksud moratorium itu untuk menekan anggaran gaji PNS, tetapi harus juga dilihat kebutuhan masing-masing daerah," kata Heraman Heri.
Anggota Komisi III itu berjanji akan melakukan komunikasi dengan anggota wakil rakyat lainnya di DPR untuk selanjutnya membicarakan persoalan yang akan dihadapi oleh pemerintah daerah di NTT jika moratorium PNS diberlakukan 2011.
"Saya akan berupaya mengomunikasikan masalah ini agar NTT diberikan kebijakan khusus berkaitan dengan moratorium PNS tersebut," kata Herman Heri.(*)
(ANT-295/B/E005)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011