New York (ANTARA) - Dolar AS jatuh pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), membukukan penurunan harian terbesar sejak November lalu karena investor mengkonsolidasikan keuntungan setelah mencapai tertinggi 1,5 tahun pada Jumat (28/1/2022) di tengah ekspektasi laju kenaikan suku bunga yang lebih cepat oleh Federal Reserve.
Dengan The Fed secara jelas mengisyaratkan minggu lalu bahwa mereka bermaksud untuk menaikkan suku bunga sedini mungkin pada pertemuan kebijakan 15-16 Maret, bank-bank Wall Street sekarang memperkirakan sekitar lima sampai tujuh kenaikan suku bunga tahun ini.
Dana Fed berjangka pada Senin malam (31/1/2022) telah memperkirakan hanya di bawah lima kenaikan untuk tahun 2022, atau sekitar 121 basis poin pengetatan. Mereka juga menunjukkan peluang 17 persen untuk kenaikan 50 basis poin pada Maret, turun dari setinggi 32 persen pada Jumat (28/1/2022).
Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic, seorang non-pemilih di Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengatakan kepada Financial Times dalam sebuah wawancara selama akhir pekan bahwa Fed dapat mengukur kenaikan suku bunga menjadi setengah poin persentase jika inflasi tetap tinggi.
Indeks dolar yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama saingannya turun 0,7 persen hari ini, persentase penurunan harian paling tajam dalam dua bulan. Tetapi, selama Januari, greenback naik hampir 1,0 persen.
"Dominasi dolar sebagian besar telah diperkirakan karena Fed sekarang tampaknya siap untuk memberikan kenaikan suku bunga 5-7 kali tahun ini," tulis Edward Moya, analis pasar senior, di OANDA, dalam sebuah catatan penelitian.
Dolar bisa mulai memperkirakan "beberapa kinerja yang kurang baik terhadap ekonomi maju yang tumbuh lebih agresif dalam pengetatan," tambahnya.
Investor juga menunggu data penggajian non-pertanian (NFP) AS yang akan dirilis Jumat (4/2/2022) untuk indikasi seberapa agresif Fed dapat berada di jalur pengetatannya. Data penggajian AS diperkirakan menunjukkan kenaikan 153.000 pekerjaan untuk Januari, turun dari 199.000 pada Desember, dengan tingkat pengangguran tetap stabil di 3,9 persen, menurut jajak pendapat Reuters.
"Uang tampaknya telah mencapai puncaknya untuk saat ini karena laporan pekerjaan Jumat (4/2/2022) diperkirakan menunjukkan satu bulan lagi perekrutan yang hangat," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions di Washington.
Laju kenaikan suku bunga yang lebih cepat juga dilihat sebagai meredam ekspektasi pertumbuhan di masa depan, sebuah skenario yang dimainkan di pasar obligasi di mana spread antara imbal hasil obligasi pemerintah AS 2-tahun dan 10-tahun turun di bawah 59 basis poin untuk pertama kalinya sejak awal November, sebuah fenomena dikenal sebagai "bear-flattening."
Dalam mata uang lainnya, dolar Australia memimpin kenaikan, menguat 1,0 persen menjadi 0,7068 dolar AS sebelum pertemuan kebijakan bank sentral Australia (RBA) padai Selasa.
Terhadap yen, dolar melemah 0,2 persen menjadi 115,045 yen.
Bank sentral Inggris (BOE) juga mengadakan pertemuan kebijakan pada Kamis (3/2/2022), dengan jajak pendapat Reuters memprediksi kenaikan suku bunga kedua dalam waktu kurang dari dua bulan setelah inflasi Inggris melonjak ke level tertinggi dalam hampir 30 tahun.
Sterling terakhir naik 0,4 persen pada 1,354 dolar AS
Bank Sentral Eropa juga bertemu pada Kamis (3/2/2022). Meskipun tidak ada perubahan kebijakan yang diharapkan, analis mengatakan kenaikan suku bunga The Fed akan mempersempit peluang ECB untuk bertindak.
Euro terakhir diperdagangkan naik 0,8 persen pada 1,1240 dolar AS, persentase kenaikan harian terbaik dalam dua bulan.
Baca juga: Dolar dekati puncak 18 bulan di Asia jelang pertemuan 3 bank sentral
Baca juga: Rupiah jelang Imlek menguat, pasar optimis pemulihan ekonomi global
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022