Jakarta (ANTARA News) - Perserikatan Bangsa Bangsa mencatat sekitar 300 ribu anak-anak menjadi korban konflik di Republik Demokratik Kongo, bahkan mereka dipaksa menjadi milisi.
"Diperkirakan ada lebih dari 300.000 anak-anak menjadi korban dan terkena dampak konflik serta perang di Kongo," kata penasehat PBB untuk perlindungan anak Carline Allen, dalam paparannya kepada Kontingen TNI di Kongo, Sabtu waktu setempat
Perwira penerangan Kontingen Garuda Konga XX-Monusco, Lettu Inf Imam Mahmud, kepada ANTARA di Jakarta Minggu mengatakan pengarahan dilakukan di Bumi Cendrawasih Markas Kontingen TNI di Kongo.
Carline Allen menambahkan, sebagian besar anak-anak itu diculik dari desa-desa dan dipaksa bergabung dengan milisi untuk melakukan tindak kejahatan dan kriminal.
Ia mengungkapkan anak laki-laki biasanya dimanfaatkan sebagai pembawa barang dan anak perempuan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan biologis anggota milisi yang lebih dewasa.
"Sebagian besar mereka diculik dan berusia dibawah 18 tahun," kata Carline menambahkan.
Terkait itu, seksi perlindungan anak-anak dan UNICEF bekerja sama untuk menyelematkan anak-anak korban perang tersebut.
"Saat ini, `child protection section` bekerja sama secara aktif dengan UNICEF, dimana child protection section lebih banyak bekerja di lapangan dengan usaha-usaha memisahkan anak-anak dari milisi dan kelompok bersenjata," tuturnya.
Sedangkan UNICEF bekerja dalam rehabilitasi sosial dan psikologis serta mengembalikan anak-anak tersebut ke dalam keluarganya dan masyarakat, kata Carline.
Ia meminta semua kontingen perdamaian PBB di Kongo, termasuk Kontingen Indonesia untuk berhati-hati dan bijaksana dalam menghadapi milisi bersenjat anak-anak.
"Jika memungkinkan justru kita tolong mereka keluar dari kelompok milisi, tanpa membahayakan keselamatan personel maupun anak bersangkutan ," ujar Carline.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011