Tripoli (ANTARA News) - Serangkaian ledakan kuat terdengar Ahad pagi di ibu kota Libya Tripoli, benteng rezim diperangi yang dipimpin oleh Kolonel Muamar Gaddafi.
Setidaknya delapan ledakan terdengar sebelum dan sesudah pukul 23:00 GMT Sabtu. Seorang wartawan AFP tidak bisa segera menjelaskan apa target-target serangan itu.
Saluran televisi negara Al Jamahiriya melaporkan bahwa "para kolonialis agresor tentara salib" Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menyerang tempat-tempat sipil dan militer di kabupaten Ain Zara dan Tajoura di pinggiran timur Tripoli.
Televisi itu mengutip sumber-sumber militer mengatakan ada korban dalam serangan itu, tapi tidak memberikan angka yang jelas.
Menurut laporan Reuters, pertempuran seru antara pemberontak dan pasukan yang setia pada Muamar Gaddafi meletus Sabtu di garis depan pegunungan barat Libya di kota Bir Ghanam, sementara pemberontak berusaha bergerak ke Tripoli.
Suara tembakan senapan dan artileri dapat didengar dari desa Bir Ayad, 15 kilomemter selatan Bir Ghanam. Pemberontak di Bir Ghanam menguasai dataran tinggi di pinggiran kota itu, posisi paling dekat mereka dengan ibu kota Tripoli, sekitar 80 kilometer jauhnya.
Ahmed, seorang petempur pemberontak di Bir Ayad mengatakan satu konvoi sekitar 15 kendaraan dari pasukan Gaddafi berusaha mendekati Bir Ghanam, tetapi pemberontak menembakinya dan konvoi itu mundur setelah pertempuran sekitar satu jam.
Pemberontak di pegunungan barat itu mengalami kemajuan dalam pekan-pekan belakangan ini dengan memukul serangan pasukan Gaddafi. Target mereka adalah kota Garyan.
Tetapi pemberontak dihambat perpecahan, disiplin yang buruk dan masalah pasokan.
Para pemimpin pemberontak memperoleh pengakuan sebagai pemerintah sah Libya dari Amerika Serikat dan negara-negara lain Jumat dalam satu dukungan kuat pada usaha pemberontak untuk menggulingkan Gaddafi.
Negara-negara Barat mengatakan mereka berencana meningkatkan tekanan militer terhadap pasukan Gaddafi untuk mendesak dia melepaskan jabatannya setelah 41 tahun menjadi pemimpin negara Afrika Utara itu.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011