Salah seorang pengusaha konfeksi di sentra konfeksi Kelurahan Botoran, Kecamatan Tulungagung, Andrianto (38), mengatakan masuknya produk busana muslim asal China menjadi ancaman serius bagi usaha mereka.
"Masalahnya, harga jual produk asal negeri tirai bambu tersebut cenderung lebih murah, sehingga dikhawatirkan merusak produk sejenis dari industri lokal," katanya.
Selama ini, katanya, ancaman pengusaha konfeksi di Indonesia hanyalah produk asal China. "Jika mereka mulai memproduksi busana muslim, maka pengusaha kita dalam ancaman besar," ujarnya.
Ia menceritakan mayoritas pengusaha konfeksi di lingkungan Kelurahan Botoran sebelumnya memproduksi pakaian umum, namun masuknya produk pakaian jadi asal China membuat produk mereka kalah bersaing di pasaran lokal, sehingga banyak pengusaha konfeksi gulung tikar.
Beberapa pengusaha yang mencoba bertahan dengan mengalihkan usahanya ke produk pakaian muslim. Strategi tersebut cukup berhasil, karena produsen China tidak memproduksi busana muslim.
"Rata-rata yang saat ini bertahan beralih memproduksi busana muslim, karena tidak ada saingan dari produk China. Dengan memproduksi busana muslim itulah kami bertahan," katanya.
Produk asal China patut diwaspadai karena terkenal mempunyai kualitas bagus dengan harga yang jauh lebih murah dan mereka juga lebih progresif menembus pasar di seluruh dunia.
Andri mengisahkan, sekitar setahun lalu dirinya pernah melakukan perjalanan umroh ke Arab Saudi dan membeli busana muslim asal China. Sepulang dari Arab, Andri yang melakukan survei pasar menemukan produk serupa di pasar grosir di Jakarta dan Surabaya.
"Bisa dibayangkan produk mereka (produsen China), bisa menjual produk mereka di Arab Saudi dan di Indonesia dalam waktu yang bersamaan. Kalau sudah ada pasar grosir Jakarta dan Surabaya, sebentar lagi pasti akan tersebar ke seluruh Indonesia," ujarnya.
Namun diakui Andri, sejauh ini masuknya produk busana muslim ke pasar Indonesia belum mempengaruhi pemasaran produk lokal, sebab produk China terlalu umum dan belum menyerap motif-motif budaya lokal.
Sebagai strategi menghadapi persaingan, Andri menekankan agar produsen lokal lebih banyak menyerap motif-motif lokal sehingga lebih diminati konsumen lokal.
"Menurut saya produk China belum bisa diterima karena motif mereka masih sangat umum dan belum bisa menyerap motif-motif lokal Indonesia. Karenanya, cara ini yang kita pakai untuk menguasai pasar lokal kita," tegasnya.(*)
(ANT-130/E011)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011