Seoul (ANTARA News/AFP) - Banyak pengungsi dari Korea Utara mengalami masalah fisik yang serius dan mental dan hampir semua mereka yang baru datang gagal berintegrasi atau berkembag di Korea selatan, kata satu badan pemikir.
Kelompok Krisis Internasional (ICG) dalam satu laporan yang dikeluarkan Kamis malam, menyerukan dilakukan satu pendekatan baru oleh pemerintah Korsel termasuk undang-undang yang ketat untuk mencegah diskriminasi.
Kesulitan-kesulitan dalam menangani lebih dari 20.000 pengungsi dalam beberapa dasa warsa harus menjadi peringatan kepada mereka yang ingin mendorong ambruknya Korut bukannya satu integrasi yang lebih lunak," kata ICG yang berpusat d Brussels itu.
Menteri Unifikasi Korsel Hyun In-Taek bulan ini mengatakan jumlah pengungsi yang memasuki Korsel sejak Perang Korea tahun 1950-1953 mencapai 22.000 orang tetapi akan meningkat segera mencapai 30.000 sampai 40.000 orang.
"Korsel sejahtera dan dermawan.. dan para pengungsi di Korut hampir semua gagal berintegrasi atau berkembang," kata laporan itu.
Bertentangan dengan masa puluhan tahun sebelumya ketika para pengungsi yang tiba adalah para pilot tempur atau para pejabat senior dengan nilai propaganda tinggi, banyak dari mereka sekarang wanita yang mengalami kehilangan hak yang buruk sekali di Korut dan menghambat jalan ke Korsel, kata ICG.
"Menyusun kembali program-program bagi para pembelot menyangkut perubahan ini diperlukan jika para pembeot baru mencari satu tempat di tempat baru mereka."
Korut mengalami kekurangan pangan. Banyak wanita yang lari terlebih dulu ke China jatuh ketangan para pedagang manusia di sana.
ICG menegaskan Korut yang komunis dan Korsel yang kapitalis berbeda begitu drastis dalam enam dasa warsa pemisahan bahwa rakyat mereka sekarang saling merasa asing.
Para pengungsi rata-rata lebih sedikit, pendidikan yang lebih buruk, kurang sehat dan kurang memiliki ketrampilan yang bermanfaat, tetapi harus beradaptasi dalam sebuah negara di mana surat kepercayaan dan jaringan diperlukan untuk memperoleh pekerjaan.
Para pendatang itu juga mengeluhkan diskriminasi oleh pihak Korsel, yang menyebut mereka sebagai pemabok berat, rawan kejahatan, melalaikan pekerjaan dan mengandalkan bantuan negara.
ICG mendesak Seoul berusaha menanggapi lebih baik kebutuhan para pengungsi dan mendengarkan kelompok-kelompok masyarakat sipil dan mereka yang baru datang.
Kementerian unifikasi melaksanakan kursus tiga bulan bagi mereka yang baru datang. Kursus-kursis ini menyangkut pedoman karir, informasi mengenai Korsel dan pekerjaan setiap hari seperti membeli tiket kereta api bawah tanah, membuka rekening bank dan menggunakan kartu kredit.
Para pengungsi diberikaan bantuan keuangan dan perumahan setibanya di negara itu, tetapi sering memberikan banyak dari hasil pendapatan mereka kepada calon-calo yang membantu pelarian mereka.(*)
(H-RN/B002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011