Orang yang berada dalam kondisi kejiwaan yang baik --mungkin orang yang telah menyaksikan gambar anak anjing, bukan kaki yang diserang penyakit-- menanggapi lebih cepat dan lebih konsisten dengan kata-kata yang tersedia.
Jakarta (ANTARA News) - Dulu ada ungkapan yang tertera di tas belanja bahwa "Ketika keadaan jadi berat, orang ulet terus belanja".

Tapi satu studi yang disiarkan Kamis (14/7) di Journal of Consumer Research telah mendapati bahwa lebih baik berbelanja ketika keadaan tidak terlalu berat, dan kita berada dalam kondisi baik, sebab kita membuat keputusan yang lebih cepat dan lebih konsisten.

Para peneliti Paul Herr dan Derrick Davis dari Virginia Tech, Christine Page dari Skidmore College dan Bruce Pfeiffer dari University of New Hampshire melakukan satu studi untuk memastikan bagaimana kondisi kejiwaan mempengaruhi "unsur yang sangat mendasar dalam pengambilan keputusan".

Kondisi kejiwaan itu menentukan "apakah kita suka atau tidak suka akan satu benda".

Para penulis tersebut memanipulasi suasana hati para peserta studi tersebut dengan memperlihatkan kepada mereka gambar suasana positif, seperti anak anjing yang cantik, atau keadaan yang tak menyenangkan, seperti kaki yang diserang penyakit.

Kemudian para peneliti itu memperlihatkan kepada mereka gambar benda yang umum, satu pada satu saat, demikian laporan AFP, yang dipantau ANTARA News di Jakarta, Jumat.

Semua benda tersebut ditampilkan di layar kemudian diganti dengan kata-kata --seperti suka, bagus, jelek, didukung, tak didukung, menarik, ditolak.

Para peserta studi itu diminta untuk menekan label kunci "ya" jika kata yang mereka pilih cocok dengan perasaan mereka mengenai benda yang baru saja mereka lihat, atau tombol yang menandai "tidak" jika mereka tidak menyukai benda tersebut.

Para peneliti itu mendapati bahwa orang yang berada dalam kondisi kejiwaan yang baik --mungkin orang yang telah menyaksikan gambar anak anjing, bukan kaki yang diserang penyakit-- menanggapi lebih cepat dan lebih konsisten dengan kata-kata yang tersedia.

Dengan kata lain, jika mereka menanggapi bahwa mereka menyukai satu benda, mereka lebih mungkin untuk bereaksi lebih cepat, dibandingkan dengan saat benda yang sama diperlihatkan lagi tapi dengan kata-kata negatif yang berkaitan dengan benda itu, sehingga mereka tidak menyukai benda tersebut.

Temuan studi itu sejalan bukan hanya dengan orang yang berbelanja, yang mungkin untuk pergi ke toko ketika mereka berada dalam suasana hati yang gembira sebab itu akan berarti mereka akan pulang lebih cepat dan lebih kecil kemungkinan mereka akan menyesali apa yang mereka beli, tapi juga buat pedagang eceran dan pemilik pabrik.

Sebabnya ialah para pedagang eceran ingin pembeli menghabiskan lebih banyak waktu di toko mereka, mereka "mungkin ingin menyadari faktor yang dapat menimbulkan perasaan negatif, seperti seorang petugas penjualan yang kasar dan suasana tempat belanja yang negatif", kata para penulis studi tersebut.

Dan temuan studi itu mungkin membantu pemilik pabrik untuk memahami mengapa sebagian produk baru mereka gagal sedangkan yang lain berhasil. Itu mungkin memiliki hubungan dengan apakah konsumen suka atau tidak suka pada satu produk baru saat pandangan pertama, yang pada gilirannya mungkin dipengaruhi oleh suasana hati konsumen, kondisi yang sebenarnya bisa dimanipulasi oleh pemilik pabrik.
(C003)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011