Karachi (ANTARA News) - Pakistan pada Kamis memerintahkan tambahan ratusan polisi paramiliter untuk dikerahkan ke jalan-jalan kota terbesar negara itu, Karachi, setelah malam kekerasan politik dan etnik menewaskan 12 orang.
"Kami telah mengirim 500 FC (Kepolisian Perbatasan) ke Karachi," kata Menteri Dalam Negeri Rehman Malik kepada wartawan di Islamabad.
Langkah ini dilakukan lima hari setelah Malik mengklaim bahwa pemerintah telah memulihkan ketertiban di bagian Karachi, di mana sepekan kerusuhan menewaskan 95 orang di tahun kekerasan paling mematikan di ibu kota keuangan Pakistan sejak 1995.
Kekerasan semalam meletus setelah menteri provinsi Zulfiqar Mirza,
dari partai yang berkuasa Partai Utama Rakyat (PPP), mengecam bekas mitra koalisinya Muttahida Qaumi Gerakan (MQM) serta pemimpinnya yang di pengasingan Altaf Hussain.
Pada bulan lalu, MQM keluar dari PPP yang memimpin koalisi yang memerintah negara itu, dan provinsi selatan Sindh, di mana Karachi sebagai ibu kotanya.
Partai, yang mewakili mayoritas warga berbahasa Urdu di Karachi, telah menyerukan protes nasional atas kritik Mirza itu.
Jalan-jalan sepi pada Selasa, dari lalu lintas yang biasa ramai setidaknya di wilayah komersial dan pemukiman di Karachi, di mana pusat perbelanjaan, pasar dan restoran ditutup.
"Setidaknya 12 orang, termasuk seorang prajurit paramiliter Rangers, tewas semalam," kata komandan polisi kota Saud Mirza kepada AFP.
Dia mengatakan, 21 orang terluka dan lebih dari selusin kendaraan telah dibakar di berbagai kota. Dia menambahkan bahwa polisi telah menangkap sekitar 160 tersangka.
Kekerasan politik dan etnis di Karachi ini menyalahkan loyalis MQM dan orang-orang dari Partai Nasional Awami (ANP), yang masih anggota koalisi dan mewakili para migran Pashtun migran dari barat laut.
Daerah yang terkena dampak terburuk adalah lingkungan miskin dan padat penduduk di mana sebagian besar geng kriminal diyakini bersembunyi.
Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan mengatakan, 490 orang tewas dalam pembunuhan yang ditargetkan di Karachi pada semester pertama tahun ini, dibandingkan dengan 748 pada 2010, yang terburuk sejak tahun 1995, demikian AFP.
(SYS/H-AK/Z002)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011