"Saya jadi heran Soeharto yang saat itu menjadi Pangkostrad dilapori anak buahnya (Kolonel Latif) tidak berbuat apa-apa dengan situasi seperti itu atau paling tidak melapor kepada Menpangad yang saat itu dijabat Jenderal A Yani. Saya menduga ada konf

Jakarta (ANTARA News) - Salah satu putri Bung Karno, Sukmawati Soekarnoputri, meluruskan keterkaitan bapaknya dalam konstelasi politik 1965 pada acara peluncuran buku berjudul "Di balik Tragedi 1965" karya Sulastomo di Hotel Hilton, Jakarta, Rabu. "Ada beberapa pendapat bahwa Bung Karno itu salah (dalam kasus 1965), padahal pendapat itu tidak betul karena kebijakan politik luar negeri Indonesia pada saat itu sangat sensitif di bawah sorotan Amerika Serikat," ujarnya. Menurut dia, ada tiga persoalan penting sebelum meletusnya peristiwa berdarah yang disebut dengan G30S/PKI. Pertama, Presiden Soekarno waktu itu menentang perang Vietnam; kedua, pidato Bung Karno yang berjudul "To Be The New World" yang berisi tentang usulan Indonesia agar PBB menolak keanggotaan Taiwan tetapi sebaliknya menerima keanggotaan RRT (Republik Rakyat Tiongkok); dan ketiga, Indonesia harus melakukan konfrontasi dengan Malaysia. "Ketiga pokok pikiran bapak saya (Bung Karno) itu sangat jelas tidak disukai oleh Amerika Serikat selaku negara adidaya," tutur Ketua Umum Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme itu. Namun demikian, lanjut Sukmawati, dua dari tiga pokok pikiran Bung Karno itu ternyata terbukti beberapa tahun kemudian, dimana Amerika Serikat harus mengakui kekalahannya dalam perang Vietnam dan RRC kini menjadi anggota tetap yang memiliki hak veto dalam PBB. Mengenai keterkaitan Bung Karno dengan PKI, Sukmawati mengaku telah medatangi Kolonel Latif semasa dipenjara dalam keterlibatannya dengan tragedi pembantaian dewan jenderal 41 tahun silam itu. "Saya jadi heran Soeharto yang saat itu menjadi Pangkostrad dilapori anak buahnya (Kolonel Latif) tidak berbuat apa-apa dengan situasi seperti itu atau paling tidak melapor kepada Menpangad yang saat itu dijabat Jenderal A Yani. Saya menduga ada konflik antara Jenderal A Yani dengan Soeharto saat itu," ujar purti bungsu Bung Karno itu Sementara itu sejarawan Universitas Indonesia (UI), Anhar Gonggong, yang tampil sebagai panelis dalam acara tersebut meminta agar Sukmawati tidak terlalu risau dengan masalah tersebut. "Bung Karno adalah orang besar, dalam permainan politik orang besar bisa juga jatuh seperti ayah Anda dan ini bagian dari proses sejarah. Oleh karena Bung Karno adalah orang besar, maka orang tidak akan habis membicarakannya," ujar salah satu sejarawan yang terlibat dalam draft perubahan penulisan pelajaran sejarah, yang kemudian mendapat protes, khususnya penghapusan tentang G-30-S/PKI. Sementara itu penulis buku "Di balik Tragedi 1965", Sulastomo dalam paparannya menyebutkan ada lima skenario dalam peristiwa G30S, yakni konflik internal di tubuh Angkatan Darat, kudeta yang dilakukan Soeharto kepada Bung Karno, peran intelijen asing (dalam hal ini CIA), rekayasa yang dilakukan Bung Karno untuk menyingkirkan TNI dan kudeta PKI terhadap Bung Karno. Hadir dalam acara tersebut beberapa tokoh penting, diantaranya Wakil Ketua MPR AM Fatwa, mantan Wapres Try Sutrisno, tokoh NU Solahuddin Wahid, mantan Wakasad Letjen (Purn) Kiki Syachnakri, pengamat CSIS Hary Tjan Silalahi, sejumlah mantan menteri di era Orba seperti Haryono Suyono dan sejumlah saksi hidup G30S.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006