Makassar (ANTARA) - 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan melalui Dinas Keluarga Berencana (KB) masing-masing bersinergi untuk menurunkan angka kekerdilan di provinsi tersebut.

Saat ini, angka kekerdilan di Sulsel masih berada di angka 27,4 persen, artinya anak-anak di Sulawesi Selatan yang mengalami kekerdilan (usia dan tinggi serta berat badan tidak sesuai) sebanyak 27,4 persen.

Oleh karena itu, 24 kabupaten/kota se-Sulsel bersinergi untuk sama-sama komitmen dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerdilan pada Temu Kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Tingkat Provinsi Sulsel yang diselenggarakan oleh Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulsel di Makassar, Jumat.

Baca juga: Aksi Stop Stunting Pemprov Sulsel bisa menjadi contoh

Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan Andi Ritamariani mengatakan pertemuan ini untuk mengulas kembali capaian setiap Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) KB terhadap program penurunan kekerdilan selama 2021.

"Termasuk kiat-kiat ke depan yang harus dilakukan masing-masing kabupaten untuk menurunkan dan mencegah terjadinya kekerdilan pada penerus bangsa ini," katanya.

Setiap OPD, katanya, dibutuhkan komitmen untuk melakukan gebrakan dan pergerakan di masing-masing wilayah, salah satunya ialah memaksimalkan pemanfaatan Posyandu yang terdapat di tingkat RT dan dusun.

Hanya saja, menurut Rita, dalam memulai pergerakan tersebut, dibutuhkan komitmen OPD untuk bekerja cepat guna menurunkan angka kekerdilan sesuai target Sulsel 21,59 persen dan 14 persen untuk target nasional.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Dr Djunaidi M Dachlan dalam temu kerja tersebut menjelaskan bahwa kekerdilan tidak dianggap bermasalah jika hanya 20 persen secara nasional, sementara di Indonesia 24 persen.

"Jadi, kami ilmuwan menetapkan target realistis 19 persen. Sementara pusat memutuskan target yang harus dicapai ialah 14 persen," ujar pendamping kabupaten untuk penurunan kekerdilan di Indonesia tersebut.

Baca juga: TP PKK Makassar-DKP Sulsel berkolaborasi turunkan angka stunting

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Kabupaten Jeneponto menempati posisi tertinggi terhadap kejadian kekerdilan, yakni 37,9 persen, disusul Maros 37,5 persen. Sementara angka kekerdilan terendah adalah Kota Makassar, yakni 18,8 persen, disusul Luwu Utara 19,5 persen dan Luwu Timur 19,9 persen.

Djunaidi yang akrab disapa Dedi ini menguraikan bahwa kekerdilan merupakan kejadian kronik yang harus diasuh lama, termasuk mencegah anak yang lahir tidak kerdil agar tetap sehat hingga berusia dua tahun.

"Jadi, intervensinya bukan hanya pada anak-anak yang sudah mengalami kekerdilan, tetapi asupan makanan dan tumbuh kembang anak selama 0-24 bulan harus diperhatikan," ujarnya.

Baca juga: Pemprov Sulsel alokasikan anggaran Rp8 miliar tangani "stunting"

Baca juga: Entaskan "stunting" di Sulsel, PKK dorong optimalisasi posyandu

Dedi mengungkapkan bahwa kejadian kekerdilan juga dipicu karena kurangnya kesadaran orangtua untuk datang ke Posyandu mengukur tinggi badan anak. Sementara jika ingin mengetahui status anak kerdil atau tidak harus diukur tinggi badannya.

"Kekerdilan itu ada, berat, besar, nyata dan berlangsung lama, maka diperlukan peran sinergi setiap Kepala OPD KB kabupaten/kota, bergerak melawan kekerdilan dan mencegahnya," katanya.

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022