Jakarta (ANTARA) - Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019 melaporkan hanya 6,19 persen dari 12.773 responden yang memiliki ketahanan keuangan apabila mengalami pengeluaran besar secara tiba-tiba tanpa mendapatkan bantuan.
Dengan demikian, diperlukan adanya edukasi keuangan terkait pentingnya produk tabungan, investasi, dan proteksi sebagai persiapan dalam keadaan darurat.
Survei tersebut pun mengindikasikan pengelolaan dan ketahanan keuangan individu hanya ditentukan dari kemampuan orang tersebut untuk terus bekerja atau menarik uang dari tabungan.
Dengan kata lain, instrumen keuangan seperti asuransi dan dana pensiun bukan menjadi pilihan utama responden dalam menjaga ketahanan keuangan individu, begitu pula instrumen keuangan seperti reksa dana dan saham yang tidak menjadi pilihan untuk menciptakan penerimaan pasif yang berkelanjutan.
Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat mulai melek dengan tabungan dan investasi, terutama sejak COVID-19 menyerang.
Pandemi yang kini masih melanda dunia memunculkan ketidakpastian kepada seluruh golongan masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Untuk itu, ketahanan keuangan menjadi ilmu yang perlu dipelajari di tengah masih besarnya ketidakpastian akibat COVID-19.
Di tengah upaya dunia dalam pemulihan ekonomi, varian baru COVID-19, yakni Omicron kembali melanda dan menimbulkan banyak kekhawatiran bagi masyarakat dunia.
Dalam situasi ketidakpastian, menyiapkan dana darurat dengan berinvestasi menjadi salah satu cara untuk menjaga ketahanan keuangan.
Chief Investment Officer PT Sinarmas Asset Management Genta Wira Anjalu menuturkan terdapat beberapa cara menjaga ketahanan keuangan.
Pertama, tingkatkan dana darurat dan investasi. Idealnya pada kondisi normal porsi tabungan dan investasi adalah sebesar 10 persen dari pendapatan, sedangkan sebanyak 50 persen digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, utang dan kewajiban 30 persen, dan hiburan 10 persen.
Namun, dalam kondisi krisis, penyisihan pendapatan untuk disimpan wajib meningkat sehingga akan berubah menjadi 25 persen untuk tabungan dan investasi, 45 persen untuk kebutuhan sehari-hari, 25 persen untuk utang dan kewajiban, serta lima persen untuk hiburan.
Sementara untuk dana darurat, persentase yang ideal adalah menyesuaikan dengan status setiap orang, seperti untuk lajang misalnya, yang memerlukan dana darurat sebanyak empat kali pengeluaran bulanan.
Untuk yang sudah menikah dan berkeluarga dengan memiliki anak, dana darurat yang ideal perlu dipersiapkan sebanyak enam sampai 12 kali pengeluaran bulanan, begitu pula untuk pengusaha dan pekerja lepas sebesar 12 kali pengeluaran.
Cara kedua untuk menjaga ketahanan keuangan yaitu melalui investasi sedini mungkin, sehingga sangat baik memulai investasi dengan nilai berapapun sejak usia muda.
Kemudian yang ketiga, memperpanjang time horizon alias horison waktu investasi yang merupakan panduan bagi investor dalam menentukan rentang waktu berinvestasi dalam suatu aset. Semakin panjang time horizon, investor dapat memperkecil potensi kerugian.
Investasi anak muda
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat investor di pasar modal melonjak cukup signifikan menjadi 7,5 juta pada akhir tahun 2021 lalu atau naik sebesar 93 persen dari tahun 2020.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 80 persen adalah investor milenial, sehingga investasi kini mulai menjadi cara anak muda untuk menjemput rezeki.
Adapun salah satu peningkatan investor anak muda yang signifikan terjadi di Sumatera Barat.
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) perwakilan Sumatera Barat melaporkan jumlah investor telah mencapai 100 ribu per November 2021 atau naik 93,48 persen dibandingkan Desember 2020.
Menariknya, para investor didominasi oleh pelajar dan mahasiswa dengan rentang usia 18-25 tahun atau sekitar 80 persen dari total investor di wilayah tersebut.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy pun optimistis potensi investasi dan usaha di Sumbar akan terus meluas.
"Potensi sinergi pengusaha pemerintah daerah dalam investasi menjadi fokus dari Pemerintah Daerah Sumbar saat ini. Harapannya dengan kenaikan investasi di Sumbar akan berdampak pada peningkatan pembangunan infrastruktur," ucap Audy.
Tak hanya di pasar modal, generasi muda kini mulai mendiversifikasi instrumen investasi ke surat berharga negara (SBN).
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan mencatat penerbitan SBN ritel tahun 2021 mencapai Rp97,2 triliun.
Dari segi investor, generasi milenial mendominasi dengan porsi 39,1 persen atau setara dengan 50.197 investor dari 130.293 investor.
Kemudian, dilanjutkan dengan generasi X, sebanyak 24,2 persen, generasi baby boomers 24,2 persen, generasi tradisionalis sebanyak dua persen, dan generasi Z 1,3 persen.
Perlu diseimbangkan
Tak hanya SBN, generasi milenial dan generasi Z kini mendominasi investasi saham dan reksadana. Namun, animo generasi muda yang tinggi tersebut harus diimbangi dengan literasi dan wawasan investasi sepadan.
Adapun SNLIK 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen.
Hal ini menunjukkan masyarakat Indonesia secara umum belum memahami dengan baik karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan formal. Padahal, literasi keuangan merupakan keterampilan yang penting dalam rangka pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan individu, perlindungan konsumen, dan peningkatan inklusi keuangan.
Bagi masyarakat, literasi keuangan memberikan manfaat yang besar seperti mampu memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan, serta memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik.
Literasi keuangan juga bermanfaat untuk menghindarkan masyarakat, khususnya generasi anak muda yang belum awam dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas, hingga memberikan pemahaman mengenai manfaat dan risiko produk dan layanan jasa keuangan.
Di masa depan nanti, jumlah investor Indonesia diperkirakan bisa mencapai 35 persen dari total populasi masyarakat Indonesia.
Maka dari itu, saat ini OJK telah meluncurkan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021-2025, sebagai komitmen tinggi otoritas dalam mendorong peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan nasional.
Arah strategi dalam SNLKI 2021–2025 disusun berdasarkan tiga pilar program strategis SNLKI (Revisit 2017), yaitu Cakap Keuangan, Sikap dan Perilaku Keuangan yang Bijak, serta Akses Keuangan.
Program strategis Cakap Keuangan bertujuan untuk meningkatkan kesiagaan dan pemahaman masyarakat mengenai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan.
Kecakapan keuangan terbentuk dari beberapa komponen yaitu pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan.
Masyarakat yang cakap keuangan perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai lembaga serta produk dan/atau layanan jasa keuangan termasuk manfaat, fitur, risiko, hak, kewajiban, cara memperoleh, denda, dan biaya.
Selanjutnya, program strategis Sikap dan Perilaku Keuangan Bijak bertujuan untuk membangun masyarakat yang memiliki ketahanan keuangan yang kuat dalam menghadapi berbagai kondisi keuangan, termasuk guncangan keuangan.
Sikap keuangan yang bijak diawali dengan adanya tujuan keuangan yang dimiliki oleh seseorang, yang merupakan prasyarat seseorang dapat merencanakan dan mengelola keuangan dengan baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Sementara, program strategis Akses Keuangan diperlukan guna memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses lembaga, produk dan/atau layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022