Makassar (ANTARA News) - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, menyarankan kepada pemerintah agar menekan anggaran subsidi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan memperbesar anggaran pembangunan.

"Negeri ini terbatas kemampuannya, harus pengusaha yang maju. APBN Rp180 triliun, 16 persen untuk pegawai di pusat, dua daerah saja sudah 30 persen, pendidikan 20 persen, subsidi dirancang kira-kira 15 persen, sisanya belanja modal," katanya pada Musyawarah Kerja Nasional Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) di Makassar, Rabu.

Besarnya anggaran subsidi membuat anggaran pembangunan semakin berkurang. Kondisi infrastruktur yang kurang memadai di daerah membuat ekonomi masyarakat tidak berkembang. "Yang jadi korban petani, akibatnya harga pun naik," ujarnya.

Menurutnya, salah satu anggaran subsidi yang dapat ditekan adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) "Saya kira tepat jika pemerintah menaikkan harga BBM sebelum Ramadan," ujarnya.

Tidak hanya pusat, pemerintah daerah pun disarankan melakukan pengurangan anggaran belanja pegawai untuk memperbesar anggaran pembangunan.

Tingginya anggaran subsidi ini pun menjadi kabar buruk bagi pelaksana konstruksi nasional. "Banyak kontraktor akan mundur tahun- tahun ini karena banyak subsidi," tambahnya.

Untuk itu, ia pun menyarankan agar para pelaksana konstruksi tidak terlibat dengan mafia proyek. "Dari sisi hukum itu salah. Saya yakin anda tidak mau tapi harus menyerah atau terlibat pada mafia," katanya di hadapan para peserta mukernas.

Ia meminta Gapensi memperhatikan kode etik pelaksana konstruksi dengan tidak membuat kompetisi yang saling mematikan. "Infrastruktur harus benar-benar baik dibangun sehingga pemeliharaannya murah jangan sebaliknya. Komunikasi dengan kementerian dan dinas pekerjaan umum untuk menyusun perencanaan," jelasnya.

Diharapkan, salah satu akhir mukernas adalah kesepakatan dari anggota Gapensi tidak melayani mafia proyek.

Dalam membangun negeri, lanjutnya, harus menggunakan otak, otot dan kantong sendiri agar timbul kepercayaan diri. Ia mengambil contoh pembangunan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar yang dibangun tanpa campur tangan asing.

Ia mengingatkan pentingnya efisiensi dalam pembangunan infrastruktur. Bandara Hasanuddin, lanjutnya, yang dianggarkan sebesar Rp4 triliun akhirnya hanya menggunakan anggaran Rp2 triliun.

Efisiensi dapat dilakukan dengan fokus kepada fungsi gedung. "Saya patahkan ide untuk membuat bandara dengan bentuk rumah adat karena bentuk itu sulit untuk dibuat dan tidak fungsional. Harus fungsional dan futuristik supaya orang lihat kita maju juga. Kalau bentuk rumah adat kita kembali ke belakang," katanya.

Menurutnya, semua hal bisa dilakukan jika bangsa ini tidak kehilangan kepercayaan diri. Para kontraktor juga diharapkan terus belajar karena teknologi terus berkembang.

"Potensi sumber daya manusia kita sangat luar biasa tapi cara yang harus diubah," katanya yang mengaku bangga karena kontraktor nasional telah lebih banyak mendominasi pembangunan dengan kemampuan yang lebih baik. (*)

(T.KR-RY/M012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011