Senggigi, NTB (ANTARA News) - Koordinator Koalisi Masyarakat Madani, Myrna Savitri, menegaskan bahwa terdapat jutaan hektare lahan yang status tata gunanya tidak jelas karena ketiadaan peta hutan yang sifatnya tunggal dan komprehensif.
"Kami dukung UKP4 bahwa pemerintah harus segera membuat satu peta hutan tunggal, sebagai satu-satunya acuan tata guna lahan dan peruntukan yang dijadikan panduan bagi semua pihak, termasuk Kementerian Kehutanan dan semua institusi lainnya di Indonesia," katanya di Senggigi, NTB, Selasa.
Peta tersebut harus memenuhi kaidah teknis dan metodologi yang jelas dalam menggambarkan posisi dan luas hutan di Indonesia.
"Dalam menyusun peta itu, harus juga dilibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari masyarakat lokal, masyarakat adat, dan kelompok sipil, hingga birokrat yang berwenang," katanya.
Apalagi, katanya, terdapat 33.000 desa yang lokasinya sebagian atau seluruhnya berada di kawasan hutan. Puluhan ribu desa itu hampir semuanya sudah terletak di kawasan-kawasan hutan itu jauh sebelum Republik Indonesia ini berdiri.
Data Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, katanya, menyatakan 25 persen atau empat juta hektar lahan berstatus hutan negara di Kalimantan Tengah bertumpang tindih dengan sejumlah perizinan pemanfaatan lahan.
Berdasarkan data itu, 3,1 juta hektar diantaranya seolah "diperebutkan" antara milik Kementerian Kehutanan dengan Badan Pertanahan Nasional.
Selain itu, 56 ribu hektar lainnya tumpang tindih antara izin pemanfaatan kawanan dari Kementerian Kehutanan dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah atau di tingkat kabupaten.
Kalimantan Tengah merupakan satu provinsi percontohan di Indonesia terkait mekanisme pelaksanaan REDD+ (Reduction Emission From Deforestation and Forest Degradation and Enhancing Carbon Stock from Developing Countries).
Akan tetapi, jutaan hektar lahan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah masih tumpang-tindih antara Kementerian Kehutanan mMasyarakat lokal, Pemerintah Daerah dan Badan Pertanahan Nasional.
"Untuk mencegah dan menyelesaikan konflik karenanya, Kelompok Sipil mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menegaskan secara legal hak-hak komunitas masyarakat lokal dan masyarakat adat di tanah hutan," kata Safitri.
Koalisi yang dia pimpin meminta pemerintah merevisi semua undang-undang yang mengatur tenurial tanah di semua sektor, termasuk UU Kehutanan No 41 Tahun 1999.
"Tujuannya untuk menyelesaikan dan mengantisipasi konflik kehutanan, ketidakadilan penguasaan tanah untuk petani miskin, dan mengakui hak-hak masyarakat adat atas hutan," katanya.
(A037S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011