Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan, masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Lokon, Sulawesi Utara, mengungsi menyusul peningkatan aktivitas dan status gunung itu menjadi awas atau level tertinggi sejak Minggu (10/7) malam.
"Masyarakat telah mengungsi," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Sutopo menjelaskan, hingga saat ini warga yang mengungsi sekitar 124 kepala keluarga atau 489 jiwa, termasuk 56 balita dan dua bayi.
Kondisi saat ini, tambah Sutopo, masih kondusif dan kebutuhan logistik untuk para pengungsi tercukupi. Selain itu, organisasi posko di lokasi pengungsian sudah dibentuk.
Sutopo menambahkan, BNPB telah menyerahkan Rp300 juta ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat untuk dana tanggap darurat.
"Tim BNPB dan BPBD beserta instansi terkait sedang meninjau lokasi untuk membuat jalur evakuasi untuk warga," katanya.
Sutopo mengatakan, hingga saat ini pemerintah daerah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat.
"Bupati Tomohon juga telah mengeluarkan pernyataan status tanggap darurat untuk Kota Tomohon," katanya.
Dia menambahkan, kondisi Gunung Lokon masih berawan, asap dari kawah terlihat terus-menerus dengan warna kelabu dengan ketinggian sekitar 200 meter dari kawah.
"Radius kawasan rawan bencana ditetapkan radius 3,5 km dari puncak Lokon," katanya.
Dia menambahkan, BNPB telah melakukan koordinasi dengan kementerian, lembaga, Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat, TNI dan Polri.
"Tim Reaksi Cepat BNPB telah diturunkan untuk memberikan pendampingan kepada Pemda," katanya.
Sutopo juga mengimbau warga untuk tetap waspada terkait peningkatan aktivitas Gunung Lokon.
Dia menambahkan, warga kelurahan yang berada di sekitar Gunung Lokon namun berlokasi di luar Kawasan Rawan Bencana II agar mewaspadai hujan abu, pasir, dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu.
"Masyarakat agar tenang dan mengikuti arahan Pemda serta tidak mempercayai isu-isu yang tidak jelas sumbernya," katanya.
(W004/N002)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011