Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terancam batal dirumuskan karena pemerintah dan DPR masih belum menemui kesepakatan mengenai penentuan sembilan anggota Dewan Komisioner.

"Kemungkinan besar RUU ini akan dikembalikan kepada pemerintah, artinya karena waktunya sudah selesai dan tidak tercapai kesepakatan," ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU OJK Nusron Wahid seusai melakukan pertemuan dengan pemerintah terkait pembahasan RUU OJK di Jakarta, Senin malam.

Ia menjelaskan amanat pembentukan OJK berasal dari pasal 34 UU Bank Indonesia dan dalam UU tersebut dijelaskan bahwa lembaga pengawas jasa keuangan bersifat independen dan posisinya di luar pemerintah.

"Karena di luar pemerintah maka mayoritas anggota pansus menolak adanya ex officio baik itu memiliki hak suara (voting right) maupun tidak memiliki hak suara (non voting right). Karena ex officio adalah orang pemerintah yang ditempatkan di situ," ujar Nusron menjelaskan.

Nusron menjelaskan Pansus menginginkan komposisi dua lima dua untuk anggota Dewan Komisioner dimana ada dua ex officio tanpa hak suara, 10 orang calon akan dipilih Presiden untuk kemudian terpilih lima anggota melalui proses uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR.

Kemudian, DPR akan membentuk panitia seleksi untuk memilih delapan calon dari masyarakat untuk kemudian diusulkan Presiden. Dan Presiden akan memilih empat dari delapan calon tersebut, untuk kemudian empat calon tersebut kembali dilakukan uji kelayakan dan kepatutan untuk memilih dua anggota.

Namun, pemerintah menginginkan komposisi dua tujuh dimana ada dua anggota ex officio perwakilan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia tidak memiliki hak suara, serta mengusulkan 14 nama calon anggota untuk kemudian dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR, dan terpilih tujuh anggota.

"Pemerintah mempunyai pandangan bahwa yang ex officio tetap dan menolak konsep pendekatan yang diseleksi oleh DPR, sehingga kita mempunyai perspektif dan pandangan konsep pemerintah di Dewan Komisioner ini keluar dari amanat pembentukan UU yaitu UU BI pasal 34 mengenai prinsip independen dan diluar pemerintah," ujar Nusron.

Untuk itu, Nusron menyarankan agar Menteri Keuangan melakukan pendekatan terhadap pimpinan fraksi secara langsung karena kompromi pada tingkat Panitia Khusus gagal menemukan titik temu.

"Saya memberikan kesempatan kepada Menkeu, karena sudah tidak bisa kompromi di tingkat pansus, untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada pimpinan fraksi bahkan pimpinan partai secara langsung, karena tampaknya Menkeu sudah tidak bisa melunak dan tidak bisa menghargai pendapat kita," kata dia.

Ia bahkan memberikan tenggat waktu hingga Kamis (14/7) agar segera ditemukan kesepakatan pada tingkat lobi dengan fraksi karena RUU ini harus masuk pada Badan Musyawarah DPR.

"Ini masih koma, siapa tahu besok kemudian Menkeu berubah, karena ini sampai Kamis, masuk Badan Musyawarah terakhir, ya atau tidak di Kamis," ujar anggota Fraksi Partai Golkar ini.

Kemungkinan terburuk apabila Kamis tetap belum ditemukan kesepakatan, Nusron mengatakan maka akan dilakukan amandemen terhadap UU Bank Indonesia.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo memastikan bahwa pembahasan RUU OJK terbentur permasalahan independensi anggota Dewan Komisioner dan belum ditemukan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR terkait hal ini.

"Kami menyampaikan kelihatan belum tercapai titik temu, antara pemerintah dengan DPR terkait RUU OJK, walaupun secara substansi bisa dikatakan seluruh pasal-pasal sudah selesai, yang satu belum bisa diselesaikan adalah Dewan Komisioner," ujarnya.

Ia menegaskan keberadaan dua anggota ex officio tersebut diperlukan karena OJK yang nantinya berfungsi sebagai lembaga pengawas perbankan, pasar modal dan lembaga non keuangan merupakan lembaga eksekutif.

"Kami sampai kepada usulan itu dengan memperhatikan bahwa sebetulnya, OJK itu kami yakini bagian dari eksekutif, jadi OJK bagian dari lembaga eksekutif," ujarnya.

Namun, pemerintah memastikan tetap menjaga independensi OJK dengan tidak memberikan hak suara kepada dua anggota ex offico.

"OJK bagian dari eksekutif tapi amanat UU mengatakan OJK harus independen dan di luar pemerintah, jadi dengan menyusun organisasi ex officio dan tidak diberikan voting right, itu menunjukkan pemerintah tidak melakukan intervensi ke OJK," ujarnya.

Menkeu berharap dalam waktu yang sempit dapat meyakinkan fraksi yang terlibat dalam pembahasan RUU OJK ini dengan alternatif terburuk nantinya akan dilakukan pemungutan suara (voting).

"Kalau kita berkomitmen mewujudkan mungkin alternatif yang ada bisa dilakukan voting, kita itu untuk industri keuangan betul-betul harus bisa menjaga agar industri keuangan harus dikelola sehat profesional dengan prinsip kehati-hatian," ujarnya.

Ia mengharapkan dapat ditemukan titik temu dan kesepakatan agar RUU ini cepat selesai karena baru sedikit RUU yang diselesaikan antara pemerintah dengan Komisi XI DPR RI.

"Dari RUU yang sudah selesai pada 2011, baru lima persen yang jadi. Jadi kita inginkan RUU ini cepat selesai," kata mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini.(*)

(T.S034/A026)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011