Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR M Najib mengemukakan, Komisi I segera memanggil pejabat di lingkungan Kemenkominfo, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Bappepam-LK terkait lolosnya akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang juga memiliki SCTV dan O Channel.
"Langkah pertama, kami akan memanggil KPI, kemudian Kemenkominfo," kata M Najib di Jakarta, Senin.
Menurut politisi PAN itu, jika Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Kementerian Kominfo tetap mengizinkan pelaksanaan akuisisi tersebut, maka Komisi I pasti memanggil mereka untuk diminta pertanggungjawabannya.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar , mengatakan bahwa posisi MK terkait kasus akuisisi ini tidak dalam posisi mengomentari UU. Tetapi secara mendasar, dia menjelaskan, UU Penyiaran itu berifat lex specialis yang artinya memiliki bobot lebih besar ketimbang UU lex generalis.
Dalam memutuskan sebuah kasus yang menyangkut UU lex specialis, tambahnya, maka UU lex generalis harus mengikuti lex specialis. Ironisnya, kata Akil, para pelaku akuisisi berdalih menggunakan UU lex generalis.
"Problemnya, banyak lubang yang dimanfaatkan betul oleh pelaku industri dengan memanfaatkan UU Penyiaran dengan UU bisnis sehingga membuat seolah-olah posisinya dilematis. Padahal UU Penyiaran tidak mengatur tunduk dengan UU Perseroan maupun UU Pasar Modal. Pemerintah tidak menjaga hal itu. Jika sudah seperti itu harus dibawa ke hukum," kata Akil.
Mengenai akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang juga memiliki SCTV dan O Channel, Akil mengatakan bahwa untuk persoalan UU, pemerintah sebagai regulator dan jika melakukan kesalahan tentu bisa digugat.
Sementara Ketua MK Mahfud MD mengatakan, pihaknya tidak ingin berpolemik soal akuisisi Indosiar oleh PT EMTK.
"Saya tidak mau berkomentar soal kasus konkret, nanti saya dibilang tidak netral. Saya menunggu kapan UU itu diuji materi," katanya.
Ketika ditanya antara UU Penyiaran sebagai lex specialis dan UU Pasar Modal sebagai lex generalis, mana yang harus diutamakan, Mahfud MD mengatakan, itu sudah menjadi pengetahuan umum dan semua orang tahu.
"Ya, semua orang sudah tahu kalau itu. Mahasiswa fakultas hukum saja tahu," kata Mahfud MD yang menyindir para pejabat negara yang tidak bisa membedakan sebuah UU kategori lex specialis dan lex generalis.
Sementara Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, mengatakan, siapa pun pihak-pihak yang merasa dirugikan terkait akuisisi tersebut bisa melakukan gugatan. Akuisisi, katanya, merupakan pemusatan industri yang mengindikasikan adanya persaingan usaha.
Achmad Sodiki menjelaskan dengan adanya pemusatan kewenangan, maka dapat mendikte pasar dan melakukan monopoli ataupun membentuk kartel. Menurut dia, persoalan pemusatan kewenangan itu tidak terjadi pada industri penyiaran saja dan masih ada banyak kasus seperti pabrik semen.
"Jadi sebaiknya pihak yang dirugikan melakukan upaya hukum untuk pembelaan," katanya.
Dalam kasus ini sebelumnya KPI sudah mengeluarkan legal opinion yang intinya akuisisi Indosiar oleh PT EMTK melanggar UU Penyiaran dan PP No 50 Tahun 2005 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jika akuisisi itu terjadi, maka PT EMTK akan memiliki tiga frekuensi, yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar. Padahal UU Penyiaran dengan tegas melarang kepemilikan lebih dari satu frekuensi di satu provinsi, dan jika melanggar akan dikenai hukuman pidana 2 tahun serta denda Rp5 miliar.
(T.J004/D011)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011