Jakarta (ANTARA News) - Minimnya isu positif di pasar global memicu pelaku pasar mengamankan nilai asetnya pada mata uang kuat seperti dolar Amerika Serikat (AS), sehingga memicu mata uang rupiah bergerak terkoreksi.
Nilai tukar rupiah Senin sore terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta turun 16 poin menjadi Rp8.526 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya senilai Rp8.510.
"Saat ini masih minim isu positif, seperti beberapa negara Eropa diekspektasikan mengalami krisis utang seperti Yunani, akibatnya memberi efek domino pada negara sekitar, seperti peringkat perbankan Italia yang turun, sehingga memicu keluarnya ekspektasi risiko di beberapa negara kawasan eropa akan lebih tinggi," kata analis pasar uang dari Bank Saudara Tbk, Rully Nova, di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan, dari kawasan Asia sendiri sentimen negatif datang dari Cina yang menaikkan suku bunganya, serta kemungkinan memperlambat pertumbuhan ekonominya untuk menekan inflasi.
"Jadi, secara global pelaku pasar cenderung menempatkan dananya dalam bentuk dolar AS yang dianggap kuat saat isu positif minim di global, sehingga memicu penguatan dolar AS," ujarnya.
Meski demikian, kata dia, data ekonomi AS yang masih minim sentimen positif akan membuat investor masuk ke dalam negara berkembang.
"Saat ini pelaku pasar masih wait and see, dengan data ekonomi AS yang negatif, maka lambat laun mereka akan masuk ke negara berkembang yang mempunyai pertumbuhan ekonomi positif seperti di Indonesia dan otomatis akan menguatkan nilai tukar dalam negeri," katanya.
Sementara, Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatatkan, mata uang rupiah menguat ke posisi Rp8.522 dibanding posisi sebelumnya di level Rp8.524 per dolar AS. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011