Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah uang tunai dan beberapa dokumen transaksi keuangan dari penggeledahan di PT Dewa Rencana Perangin Angin (DRP) diduga milik tersangka Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
"Rabu (26/1), tim penyidik telah selesai melakukan upaya paksa penggeledahan di wilayah Kabupaten Langkat, Sumut. Lokasi yang dituju, yaitu perusahaan yang diduga milik tersangka TRP, yaitu PT DRP," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPK geledah rumah Bupati Langkat
Tim penyidik menemukan dan mengamankan sejumlah uang tunai dan beberapa dokumen transaksi keuangan yang akan dianalisis kembali dan disita untuk menguatkan dugaan perbuatan tersangka Terbit dan kawan-kawan.
Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan dugaan suap terkait pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Selain itu, kata Ali, KPK juga tidak henti mengingatkan kepada berbagai pihak untuk tidak dengan sengaja menghalang-halangi proses penyidikan yang sedang berlangsung saat ini.
"KPK juga segera mengagendakan pemanggilan saksi. Untuk itu, kami mengimbau para pihak yang nanti akan diperiksa sebagai saksi agar kooperatif hadir dan memberikan keterangan dengan jujur di hadapan tim penyidik," tuturnya.
KPK total menetapkan enam tersangka. Sebagai penerima, yakni Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS).
Sementara sebagai pemberi, yaitu Muara Perangin-angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.
Baca juga: KPK dalami pengaturan proyek disertai "fee" kasus Bupati Langkat
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
KPK menyebut agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase 'fee' oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang "fee" dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat,T erbit menggunakan orang orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim
penyidik.
Baca juga: KPK temukan satwa dilindungi saat geledah rumah Bupati Langkat
Baca juga: Tim KPK akui lihat kerangkeng di rumah Bupati Langkat saat OTT
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022