Kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang serta ekonomi keuangan influsif dan hijau akan diarahkan untuk mendukung pemilihan ekonomi
Jakarta (ANTARA) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menilai normalisasi kebijakan dalam strategi keluar atau exit strategy harus terencana dengan baik untuk menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan ekonomi.
"Exit strategy (normalisasi kebijakan pasca-quantitative easing) harus dilakukan secara well calibrated, well communicated dan well planned untuk menjaga stabilitas sehingga pemulihan ekonomi dapat tetap terjaga. Hal ini menjadikan exit strategy sebagai salah satu agenda prioritas Presidensi G20 dalam mewujudkan pemulihan bersama," ujar Dody dalam Seminar Internasional G20 yang mengangkat tema "Safeguarding Growth Momentum" di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, Dody menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif didukung oleh sinergi bauran kebijakan yang ditempuh di tengah ketidakpastian yang tinggi.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 diperkirakan pada kisaran 3,2 persen hingga 4 persen pada 2021, dan meningkat pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen pada 2022 ditopang oleh konsumsi swasta, investasi dan ekspor di tengah risiko terkait pandemi COVID-19 yang tetap perlu diwaspadai.
Bank Indonesia akan mengarahkan fokus kebijakan moneter pada 2022 dalam menjaga stabilitas dengan memitigasi dampak dari normalisasi di negara maju.
"Sementara itu, kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang serta ekonomi keuangan influsif dan hijau akan diarahkan untuk mendukung pemilihan ekonomi," kata Dody.
Pada kesempatan tersebut, Deputy Director General Ministry of Economy and Finance South Korea Byungsik Jung menyampaikan pentingnya pengelolaan utang dan aliran modal dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi global.
Normalisasi di negara maju akan meningkatkan tekanan terkait dengan utang dan aliran modal sehingga diperlukan dukungan dan kerjasama global dalam mengatasi tantangan tersebut.
Senada dengan itu, Chief Economist Citibank Indonesia Helmi Arman menyampaikan bahwa normalisasi akan berdampak pada aliran modal, meskipun beberapa negara berkembang diperkirakan tetap mendapat persepsi yang positif dari investor.
Baca juga: BI yakin ekonomi Indonesia akan lebih menggeliat pada 2022
Baca juga: BI: Kredit perbankan pada Desember 2021 meningkat 4,9 persen
Baca juga: BI catat uang beredar Desember 2021 meningkat jadi Rp7.867,1 triliun
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022