“Sebenarnya secara umum, mereka sudah mau dites jika ada gejala, tapi kalau yang tidak mau, begitu kami tanya alasannya ada beberapa alasan,” kata Manajer Riset Katadata Insight Center (KIC) Vivi Zabkie dalam pemaparan hasil survei Katadata bertema "Cek Fakta untuk Halau Hoaks di Pedagang Pasar" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Hasil survei menunjukkan bahwa 47,6 persen pedagang mengaku akan melakukan tes sesegera mungkin bila melakukan kontak fisik dengan seseorang yang dinyatakan positif COVID-19, sedangkan 12,2 persen menyatakan akan melakukan tes jika memiliki gejala COVID-19 dan 38,9 persen akan melakukan tes bila disarankan melalui konsultasi yang dilakukan dengan tenaga kesehatan.
Menurut hasil survei, kata Vivi, hanya 1,3 persen pedagang yang memilih untuk tidak melakukan tes kesehatan tersebut.
Menurut dia, dari 1,3 persen pedagang yang tak mau dites itu memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebanyak tujuh responden mengatakan takut dengan biaya tes yang terbilang mahal.
Tiga responden, katanya, tak ingin dites karena takut di-covid-kan, dua responden takut diperlakukan buruk atau dikucilkan dari masyarakat bila ternyata dirinya dinyatakan positif COVID-19, dua responden lainnya menganggap hal itu justru mengganggu aktivitas bekerja, sehingga pendapatan berkurang.
Vivi menjelaskan terdapat pula dua responden yang mengaku tak mempercayai adanya COVID-19 serta satu responden merasa khawatir akan terinfeksi di tempat pengujian atau tempat tes dilakukan.
“Mungkin sudah terbaca dari gejala-gejala masyarakat sebelumnya, jika takut kalau dinyatakan positif atau ketakutan di-covid-kan,” ujar dia.
Ia mengatakan, meski kesadaran di antara para pedagang meningkat, ada baiknya sosialisasi mengenai tes itu digencarkan. Selain dapat mengurangi hoaks yang beredar dalam masyarakat, dia merasa hal itu dapat membuat kekhawatiran akan COVID-19 semakin berkurang.
“Itu juga penting kita harus berikan materi untuk disosialisasikan dan mencoba untuk memberikan informasi supaya kekhawatiran, khususnya pada di-covid-kan itu berkurang,” kata dia.
Sebelumnya, survei tersebut dilakukan melalui dua tahap. Survei kedua dilakukan pada 1.061 orang sejak 10 November hingga 30 November 2021 lalu dengan metode daring dan non-probability sampling, sedangkan survei pertama dikerjakan pada Juni-Juli 2021 dengan jumlah responden sebanyak 1.454 orang.
Hasil di atas didapatkan dari 1.061 responden yang tersebar di 181 pasar basah di 34 provinsi seluruh Indonesia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022