Denpasar (ANTARA) - Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati meminta agar dilakukan pemetaan terhadap penyebab utama masalah ketengkesan di Pulau Dewata, sehingga penanganannya bisa fokus dan cepat.
"Penanganan stunting di Bali bisa terus dilakukan bersinergi dengan lintas terkait, seperti Dinas PMD DukCapil, Dinas Kesehatan dan Tim Penggerak PKK dengan memprioritaskan wilayah yang mempunyai risiko stunting tinggi," kata Wagub Bali di Denpasar, Rabu.
Wagub yang biasa disapa Cok Ace itu menyampaikan hal tersebut saat menerima audiensi dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali dr Ni Luh Gede Sukardiasih bersama jajaran.
"Dari penjelasan ibu Kepala BKKBN Bali tadi, penyebab stunting bisa dimulai dari saat menjadi calon ibu hingga saat anak lahir yang tentu berkaitan dengan tumbuh kembang anak," ujarnya.
Oleh karena itu, ucap dia, harus dicari penyebab utama ketengkesan itu sehingga bisa dicarikan solusinya.
Tak lupa, tokoh Puri Ubud ini juga mengapresiasi langkah BKKBN Provinsi Bali yang mulai menyoosialisasikan pencegahan ketengkesan dari tingkat yowana atau muda mudi.
"Idealnya anak muda yang hendak menikah sudah bisa cek kesehatan sebelum menikah. Jadi kita tahu mereka sehat atau ada penyakit tertentu karena mereka jugalah nanti yang akan melahirkan generasi penerus," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali dr Ni Luh Gede Sukardiasih mengatakan tujuan pertemuan tersebut sebagai upaya koordinasi dalam percepatan penurunan ketengkesan di Bali.
"Sebagaimana tercantum dalam Perpres 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Kepala BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.
Oleh karena itu, BKKBN telah melakukan upaya-upaya dalam penurunan dan pencegahan ketengkesan. Salah satu upaya yang dilakukan dengan pembentukan tm pendamping keluarga (TPK).
Tim pendamping keluarga itu terdiri dari bidan di desa, kader PKK dan kader KB yang bertugas untuk melakukan pendampingan terhadap keluarga yang memiliki calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu bersalin, ibu pascapersalinan, anak usia di bawah 5 tahun (balita).
Itu semua terkait deteksi dini faktor risiko ketengkesan dan melakukan upaya untuk meminimalisasi atau pencegahan faktor risiko.
"TPK ini nantinya ada di setiap desa. Sebelum melaksanakan kegiatan, mereka telah dilatih oleh BKKBN pada November 2021," ujarnya.
Dalam melaksanakan sosialisasi, TPK ini dapat melakukan secara tatap muka langsung maupun secara daring kepada keluarga.
Selain itu, penyuluhan dan sosialisasi juga sudah dilakukan untuk kaum muda, terutama remaja putri, agar menjaga kesehatan demi mencegah melahirkan anak tengkes.
"Stunting itu dipengaruhi oleh 1.000 hari pertama kehidupan para anak, yaitu dari dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Jadi sebelum masa kehamilan juga berpengaruh," katanya.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022