Kendari (ANTARA News) - Praktisi hukum di Kendari, Sulawesi Tenggara, Abuhanifa Pahege, menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan banding jaksa penuntut umum (JPU) kasus Prita Mulyasari, merupakan bukti penegak hukum masih bertindak subyektif.
"Kalau majelis hakim MA memutus kasus itu atas pertimbangan hukum, tentu akan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang memutus bebas Prita," kata Abuhanifa yang juga Ketua Asosiasi Advokat Indonesia Sultra di Kendari, Sabtu.
Tapi karena majelis hakim masih bertindak subyektif dengan mengesampingkan fakta hukum kata dia membuat putusan MA jauh dari rasa rasa keadilan hukum.
"Sikap subyektifitas penegak hukum dalam mengadili suatu perkara hukum itu, telah membuat carut-marut permasalahan hukum di negeri ini sekain pelit," katanya.
Menurut Abuhanifa, kasus Prita Mulyasari yang terjerat kasus pencemaran nama baik oleh Rumah Sakit Omni Internasional, hanyalah contoh kasus betapa carut marutnya masalah hukum di negara ini.
Berbagai kasus hukum yang sedang terjadi, baik yang sedang diproses di kepolisian, kejaksaan, pengadilan, KPK sampai di Mahkamah Agung bahkan Mahkamah Konstitusi kata dia, telah memperlihatkan proses hukum yang jauh dari rasa keadilan hukum.
"Penanganan berbagai kasus hukum saat ini mempertontonkan kepada kita, bagaimana sistem penegakkan hukum sudah jauh meninggalkan rasa keadilan hukum," katanya.
Apa yang diperlihatkan penegak hukum dalam menangani perkara jelas Abuhanifa, adalah prosedur dan hukum acara yang bisa dibelokkan secara subyektif dan manipulatif.
"Kasus Prita Mulyasari bukti kongkrit betapa penegak hukum kita mengesampingkan fakta hukum yang sudah diadili di Pengadilan Negeri Tangerang," katanya.
Akibat prilaku penegak hukum yang bertindak subyektif itu ujarnya, telah menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum.
"Kalau prilaku penegak hukum kita masih terus seperti sekarang ini, rasa keadilan hukum yang menjadi harapan banyak pihak, hanya akan menjadi barang mahal dan langka di negeri ini," katanya.
Prita Mulyasari terjerat kasus pencemaran nama baik terhadap RS Omni dan dituntut enam bulan penjara plus denda Rp204 juta oleh JPU.
Namun setelah proses panjang, Prita dibebaskan dari dakwaan dan bebas dari kewajiban membayar denda tersebut kepada RS Omni.
(ANT-227/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011