Koruptor akan mudah diadili, ditemukan, dan dibawa ke Tanah Air karena telah terjalin perjanjian ekstradisi tersebut.

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Andi Rio Padjalangi menilai perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura merupakan bukti nyata dan langkah maju Presiden RI Joko Widodo dalam memerangi korupsi.

"Saya mengapresiasi perjanjian ekstradisi yang telah disepakati antara Indonesia dan Singapura, nantinya para koruptor tidak mudah lari dan bersembunyi di Singapura. Koruptor akan mudah diadili, ditemukan, dan dibawa ke Tanah Air karena telah terjalin perjanjian ekstradisi tersebut," kata Andi Rio dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, tidak hanya pelaku korupsi, tetapi pelaku pidana, terorisme, bahkan narkoba masuk dalam perjanjian tersebut.

Oleh karena itu, Andi Rio berharap pemerintah pusat melalui institusi terkaitnya dapat segera melakukan aksi dan segera melakukan komunikasi dan kordinasi terhadap pemerintah Singapura untuk menindaklanjuti perjanjian ekstradisi itu.

Ia mengatakan bahwa aparat penegak hukum dapat segera menelusuri uang hasil korupsi para koruptor yang masih berada di Singapura.

Selain itu, dia berharap dapat menemukan "uang panas" yang sering digunakan dengan modus pencucian uang para koruptor, pendanaan terorisme, bahkan perputaran uang narkotika jika memang ada indikasi dugaan terjadi di Singapura nantinya.

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu meyakini perjanjian ekstradisi tersebut sangat banyak manfaatnya bagi Indonesia ke depannya.

Namun, lanjut dia, ke depannya harus diikuti dengan perangkat dan aparat hukum yang kredibel serta berintegritas tinggi.

"Perangkat hukum harus dapat selaras dengan harapan dan keinginan Presiden Jokowi. Perangkat hukum harus dapat mewujudkan keinginan Presiden Jokowi dengan menyatukan persepsi dan definisi ketentuan hukum pidana antara Indonesia dan Singapura," katanya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura guna mencegah praktik korupsi lintas batas negara.

"Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme," kata Yasonna H. Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (25/1).

Yasonna mengatakan bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkan) selama 18 tahun ke belakang.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kadaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022