Pangkalpinang (ANTARA News) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bangka Belitung (Babel), sejak Januari sampai Mei 2011 menemukan 1.954 penderita penyakit malaria, karena daerah itu merupakan endemis malaria sebagai dampak banyaknya kolong bekas pertambangan timah.
"Jumlah penderita selama lima bulan tersebut ada kecenderungan penurunan hingga berakhir 2011, karena selama 2010 mencapai 5.647 penderita," ujar dr Helmi Sofi, Kabid Pemberantasan Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Babel, Sabtu.
Ia menjelaskan, kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan sebagai penyebab berkembangnya kasus malaria semakin tinggi dan juga didukung petugas Puskesmas yang aktif memberikan penyuluhan dan pantauan yang berupa grafik setiap minggu sekali agar tidak kecolongan.
Dari grafik ditemukan 1.954 kasus malaria dari Januari sampai Mei 2011 yang terdiri dari malaria vivax 801 kasus, malaria falsifarum 957 kasus, malaria mix 196 kasus.
Sementara selama 2010 terdapat 5.647 kasus yang terdiri dari malaria vivax 2.652 kasus, malaria falsifarum 2.670 kasus dan malaria mix 214 kasus.
Tanda-tanda malaria klasik, katanya, bagi masyarakat pendatang baru di Babel ada tiga gejala yang patut diwaspadai yaitu demam, menggigil kemudian suhu menurun dan terjadi pengulangan setiap jangka waktu tertentu tergantung jenis malarianya.
Ia mengatakan, untuk malaria vivax pengulangan trias tersebut dapat terjadi dalam jangka waktu tiga hari sekali dan untuk malaria falsifarum pengulangan terjadi hampir setiap hari.
Karena Babel merupakan daerah endemis malaria, menurut dia, semua warga yang mengalami gejala tersebut wajib untuk diperiksa darahnya di Puskesmas, Puskesmas pembantu, bidan desa dan klinik kesehatan terdekat untuk mengetahui jenis penyakitnya.
Jika positif terjangkit malaria, pasien wajib mengkonsumsi obat baru berupa Atonmisin Combinasi Teraphy (ACT) dengan jangka waktu pemakaian tiga hari penyakit tersebut dapat disembuhkan, namun pada hari keempat diwajibkan memeriksa kembali darahnya untuk memastikan kondisi kesehatannya.
Ia mengatakan, target 2015 menekan jumlah penderita sampai dibawah satu diantara seribu orang penduduk akan tercapai, melihat grafik penurunan dari 2010 terdapat 5 per seribu orang dan dalam lima bulan pertama 2011 turun menjadi 0,01 per seribu orang.
Dalam upaya mencapai target tersebut, katanya, Dinkes melakukan kerjasama lintas program dengan bidang lain seperti pengobatan bagi masyarakat yang sakit, penyuluhan program kesehatan di posyandu dan kelompok-kelompok pengajian.
"Kegiatan penyuluhan di masyarakat berisikan imbauan untuk selalu hidup sehat, seperti berfentilasi rumah harus ditutup kain kasa agar nyamuk tidak masuk, keluar malam hari harus dengan pakaian komplit," katanya.
Untuk mengantisipasi penyebaran nyamuk, katanya, pemerintah tetap mengadakan penyemprotan, namun karena mahalnya biaya, program tersebut belum bisa dilakukan secara berkala, hanya dilakukan jika ada laporan masyarakat.
Ia mengharapkan, keluarga yang mempunyai bayi, balita dan para ibu hamil untuk memakai kelambu saat tidur agar tidak terkena gigitan nyamuk anopeles yang beraktivitas pada sore dan malam hari karena dapat mengganggu kehamilan.
"Program penggalakan pemberantasan sarang nyamuk dengan menitipkan pesan pencegahan penyakit kepada para ulama untuk disisipkan dalam pengajian terbukti efektif menyadarkan masyarakat untuk hidup sehat," ujar dr Helmi. (KMN/I013/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011