Kendari (ANTARA News) - Keragaman hayati di kawasan pegunungan Mekongga di wilayah kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) perlu dijaga kelestariannya karena beberapa jenis flora di dalam kawasan tersebut ditengarai mengandung zat penyembuh penyakit kanker.
"Hasil penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa di dalam kawasan pegunungan Mekongga terdapat enam jenis flora yang mengandung zat penyembuh penyakit kanker, sehingga kawasan itu perlu dilindungi agar kelestarian hayati di dalamnya tetap terjaga," kata anggota DPRD Sultra Nursalam di Kendari, Sabtu.
Selain enam jenis flora yang mengnadung zat pembunuh kanker, di dalam kawasan pengununggan Mekongga menurut hasil penelitian LIPI kata Nursalam, juga terdapat beberapa spesies baru biota air tawar yang hidup di hulu sejumlah sungai di pegunungan tersebut antara lain jenis ikan, udang dan kepiting.
"Perlunya kawasan itu dilindungi dari berbagai ancaman kerusakan, karena keragaman hayati di kawasan itu tidak hanya mengandung sumber kehidupan bagi jutaan kehidupan penduduk, melainkan juga penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama sebagai tempat pengembangan penelitian keragaman hayati," kata Nursalam.
Menurut Nursalam, keragaman hayati di dalam kawasan pengunungan Mekongga tersebut kini terancam punah, menyusul banyaknya aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut yang menyerobot kawasan hutan.
"Sejumlah perusahaan yang menambang nikel di kawasan pegunungan Mekongga ada yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara dan ada juga yang menyerobot hutan tanpa izin," katanya.
Sebagai anggota dewan, Nursalam mengaku banyak mendengar laporan dari masyarakat, bahwa di wilayah Kolaka dan Kolaka Utara, terutama di sekitar pegunungan Mekongga ada sejumlah perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel.
Jelas aktivitas pertambangan itu kata dia, telah menjadi ancaman serius bagi kerusakan lingkungan dan kepunahan biodiversity di kawasan itu.
"Gubernur Sultra sendiri Pak Nur Alam, sudah meminta aparat kepolisian untuk menyelidiki aktivitas perusahaan tambang yang berpotensi merusak kawasan hutan, namun sampai sejauh ini, belum satu perusahaan pun yang dinyatakan melanggar ketentuan undang-undang dari aktivitas penambangan yang dilakukan," katanya.
Menurut dia, sejumlah perusahaan tambang masih terus melakukan penambangan, meski Pemerintah Provinsi Sultra sudah meminta mereka menghentikan kegiatan penambangan tersebut.
"Kita berharap aparat kepolisian segera bisa menyeret sejumlah pengelola perusahaan tambang yang menambang di dalam kawasan itu ke ranah hukum, sehingga kerusakan hutan di wilayah itu tidak terus meluas dan kelestarian hayati yang ada didalamnya tetap terjaga," katanya. (ANT227/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011