Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat permohonan perlindungan pada 2021 mencapai 2.182 permohonan, naik 50 persen dari tahun 2020 yang berjumlah 1.454, sehingga menjadi angka permohonan tertinggi sepanjang 13 tahun LPSK berdiri.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menjelaskan bahwa meskipun aktivitas kantor secara fisik sempat terhenti sementara waktu pada Juni dan Juli karena sedang dalam puncak kasus varian delta, namun permohonan perlindungan dari masyarakat tidak surut. Bahkan jumlah permohonan terbanyak ke LPSK terjadi pada Juni 2021.
“Permohonan terbanyak berstatus sebagai korban yang mencapai 983 orang, selebihnya merupakan saksi (386), saksi korban (370), pelapor (169), dan selebihnya berstatus hukum lainnya,” ujar Hasto.
Baca juga: Mahfud: LPSK sangat penting untuk perlindungan saksi dan korban
Hasto menjelaskan permohonan perlindungan dari korban didominasi oleh korban pelanggaran HAM yang berat, serta banyak membutuhkan bantuan medis dan bantuan psikologis. Selanjutnya, permohonan juga banyak datang dari korban terorisme yang memohonkan kompensasi. Meskipun demikian, kata Hasto, untuk kasus terorisme cukup banyak permohonan masuk dari subjek yang berstatus sebagai saksi.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu secara lebih terperinci mengatakan permohonan perlindungan terbanyak berasal dari tindak pidana terorisme yang mencapai 527 permohonan. Salah satunya disebabkan karena batas akhir pengajuan kompensasi untuk korban terorisme masa lalu yang jatuh pada Juni 2021.
Permohonan terbanyak lainnya berasal dari tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak (426), tindak pidana lain atau yang bukan menjadi pidana prioritas LPSK (423), dan pelanggaran HAM yang berat (348).
“Pengajuan permohonan pada kasus kekerasan seksual terhadap anak naik mencapai 93 persen dibandingkan tahun lalu, langkah-langkah serius harus segera diambil pemerintah,” ujar Edwin.
Menurut Edwin, naiknya jumlah permohonan pada 2021 tidak lepas dari upaya proaktif menyikapi kasus-kasus yang menjadi perhatian nasional, selain mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mengajukan permohonan perlindungan atas tindak pidana yang mereka alami.
“Permohonan perlindungan pada 2021 paling banyak berasal dari diri sendiri yang mencapai 943 permohonan, baru disusul permohonan dari keluarga korban (396),” kata Edwin.
Dari segi asal wilayah permohonan, Jawa Barat menyumbang permohonan terbanyak (402 permohonan), disusul DKI Jakarta (233), Sulawesi Tengah (179), dan Sulawesi Selatan (120).
Baca juga: LPSK: 107 permohonan perlindungan datang dari lingkungan pendidikan
Jangkauan wilayah permohonan LPSK sudah mencapai seluruh provinsi yang ada. Bahkan, dalam melakukan pendalaman permohonan, LPSK telah melakoni investigasi ke wilayah terpencil seperti ke Talaud, Sulawesi Utara, Alor dan Rote, NTT.
Edwin menilai, melonjaknya angka permohonan pada 2021 menunjukkan tingginya ekspektasi dan kepercayaan masyarakat kepada LPSK, serta keberadaannya semakin dibutuhkan oleh instansi penegak hukum. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang menghubungi LPSK dengan beragam kebutuhan, mulai dari mengajukan permohonan atau hanya sekadar melakukan konsultasi hukum.
“Konsultasi masyarakat ditempuh paling banyak dengan menggunakan WhatsApp, mencapai 801 orang, melalui call center 148 sebanyak 101 orang, lalu ada 44 orang yang datang ke kantor, bila ditotal hampir seribu orang,” ujar Edwin.
Melihat data tersebut, maka tidak heran bila peningkatan tertinggi permohonan perlindungan paling signifikan masuk melalui WhatsApp yang meningkat hampir 500 persen dari tahun sebelumnya, dengan rincian 146 permohonan pada 2020 menjadi 643 permohonan di 2021.
Baca juga: LPSK tindaklanjuti permohonan keluarga DPO yang ditembak polisi
Baca juga: LPSK terima 1.454 permohonan perlindungan pada 2020
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022