Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perhubungan segera mempercepat pembangunan dermaga VI di lintas penyeberangan Merak-Bakauheni agar kemacetan lalu lintas itu tidak terulang.
"Kami upayakan percepatan pembangunan infrastuktur dermaga VI mulai tahun depan di lintas Merak-Bakauheni," kata Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Suroyo Alimoeso, kepada pers usai Deklarasi Forum Internasional Standar Kendaraan Bermotor Indonesia (FISKI) di Jakarta, Jumat.
Dari sisi armada kapal, katanya, pemerintah akan membuat dua kapal berbobot mati 5000 GRT yang akan diselesaikan dalam tiga tahun anggaran. "Untuk dermaga VI diperkirakan masing-masing dermaga Rp50-75 miliar dan dua kapal masing-masing senilai Rp100-125 miliar," katanya.
Selain itu, katanya, PT ASDP Indonesia Ferry dilaporkan dalam beberapa tahun mendatang juga siap menambah dua kapal di lintas itu.
Suroyo menegaskan, persoalan kemacetan Merak-Bakauheni terjadi karena kapasitas pelayanan, baik kapal maupun dermaga, tidak lagi mampu memenuhi permintaan yang tinggi seperti saat akhir pekan, liburan sekolah dan angkutan lebaran.
"Saat liburan seperti saat ini, truk yang melintas mencapai 2900 truk per hari, sedangkan kendaraan pribadi mencapai 2000-an per hari. Sementara kapal yang siap operasi maksimal 20 kapal dan yang benar-benar operasi hingga 24 jam hanya 17 kapal," katanya.
Idealnya di lintas terbesar di Indonesia itu, total kapal yang siap operasi harusnya 28 kapal dari 33 kapal yang melayani selama ini.
"Jika 28 kapal dijamin tak masalah," katanya.
Terkait dengan usulan agar operator kapal menandatangani kontrak kerja pelayanan yang mengikat, Suroyo mengatakan, usulan itu bagus sekali.
"Misalnya, kapal harus mampu melayani lintas Merak-Bakauheni per trip 90 menit dan bongkar muat 45 menit. Hanya saja, operator kapal bisakah diatur sedemikian ketat, sedangkan kondisi kapal rata-rata sudah tua," katanya.
Tentang FISKI
Terkait deklarasi FISKI, Suroyo mengatakan, pembentukan forum itu sebagai langkah agar peran Indonesia sebagai salah satu produsen otomotif, kemampuan produksinya diterima di dunia internasional.
"Untuk itu, perlu adanya sebuah badan atau wahana yang bisa memberikan masukan kepada pemerintah. Wahana atau forum ini memiliki kemiripan seperti yang dimiliki Jepang dengan JASIC-nya (Japan Automoticve Standards Internationalization Center)," katanya.
Indonesia, kata Suroyo, pada akhirnya harus meratifikasi sejumlah regulasi yang menjadi acuan dalam produksi dan perdagangan bebas dalam menghadapi era globalisasi yang berbasis kepada regulasi United Nation Economic for Europe (UN ECE).
"Total ada 1958 agreement yang dihasilkan forum dunia tersebut dan untuk memilih mana yang layak diratifikasi maka pemerintah memerlukan masukan dari wahana atau forum yang di Indonesia keberadaannya diwadahi oleh FISKI," katanya.
FISKI dibentuk berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : SK.2105/KP.801/DRJD/2011 dengan Ketua dijabat oleh Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat dengan anggota adalah pihak terkait, khususnya industri otomotif.
(E008/A027)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011