Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Komunitas Anak Muda Demokrat Sejati (KAUM Demokrat Sejati) Herbert Sitorus menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangani kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin terkait dugaan kasus suap Sesmenpora.

Padahal, katanya, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin menyatakan bahwa tersangka N ini spesial bagi KPK, karena baru kali ini ada kasus tertangkap tangan yang dapat berkembang ke tersangka lain. Bahkan, kata Herbert, Jasin menegaskan, KPK memiliki bukti-bukti dan tidak sembarangan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Bagi kami pernyataan Jasin tersebut menjadi memiliki makna pertama, hendak menyampaikan ke publik bahwa KPK sedang menangani suatu kasus yang spesifik walau ternyata hal itu tidak benar, kedua, KPK hendak menyatakan bahwa kasus tersebut sarat dengan hal yang tidak lazim dari konteks hukum walau sesungguhnya itu tidak benar. Ketiga, KPK telah kehilangan akal mencermati derasnya pengakuan-pengakuan dari Nazaruddin via BBM yang disampaikan kepada media cetak dan elektronik," kata Herbert di Jakarta, Kamis.

Herbert menambahkan, adanya pernyataan dari M Jasin itu menimbulkan pertanyaan balik, yakni beranikah KPK menjadikan pengakuan tersangka secara In-Absentia dan atau terdakwa In-Absentia' kasus suap Sesmenpora Nazarudddin untuk menjadi alat bukti petunjuk guna mengungkap kasus dugaan penyimpangan kewenangan, suap dan korupsi pembangunan Gedung Atlet Sea Games.

"KPK jangan berkelit dengan menyatakan bahwa isi BBM tersebut tidak bisa digunakan sebab tidak dalam kaitan BAP. KPK jangan berharap bahwa Nazaruddin akan memberikan kesaksian layaknya saksi-saksi politisi yang menjadi tersangka lalu menjadi terdakwa pada kasus Pemilihan Dewan Gubernur Bank Indonesia (DGBI)," katanya.

Dikatakan, walaupun sama-sama politisi beda partai, namun kemungkinan besar Nazaruddin sudah bukan lagi WNI karena diduga sedang memproses permohonan untuk menjadi WNA.

"Dalam konteks membantu KPK menelisik suatu kasus dugaan korupsi maka kualitas Nazaruddin sangat berbeda jauh dari tersangka Nunun Nurbaeti. Jika Nazaruddin yang 'berobat' tapi masih mau dengan lancar memberikan informasi yang bisa membantu KPK namun KPK terlihat ogah-agahan, sementara Nunun sebaliknya," ujarnya.

Lantas bagaimana sesungguhnya KPK akan menyikapi informasi dari Nazaruddin sebab terhadap Nunun pun KPK sangat ingin mendapatkan informasi?

Sebelumnya, KPK menegaskan tidak melindungi siapa pun terkait dengan kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang, yang diduga melibatkan kader Partai Demokrat M Nazaruddin.

"KPK belum bisa percaya dengan isi pesan yang disebutkan dari Nazaruddin dari BBM (Blackberry Massenger). KPK akan telusuri dulu isi BBM tersebut, benar atau tidak," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta (4/7).

Sikap KPK yang tidak mau percaya begitu saja isi BBM Nazaruddin yang beredar tersebut, menurut Johan, bukan lah upaya untuk melindungi pihak tertentu.

"Perlu diketahui dulu apakah itu benar atau tidak. Ya Nazaruddin harus hadir di sini dulu, diperiksa dulu, ditanya benar atau tidak," ujar dia.

Penegasan bahwa KPK tidak sedang berusaha melindungi pihak mana pun dalam kaitannya dengan kasus dugaan suap proyek wisma atlit senilai RP191 miliar tersebut, disampaikan pula oleh Johan dengan bukti telah melakukan pemanggilan berulang-kali kepada Nazaruddin untuk menjalani pemeriksaan dan tidak pernah dipenuhi kader Partai Demokrat tersebut.

Nazaruddin melalui BBM beberapa waktu lalu menyampaikan pesan kepada wartawan tentang keterlibatan delapan politisi lain yang diduga juga menerima aliran dana terkait proyek pembangunan wisma atlit di Palembang.

Tidak hanya itu, melalui penasehat hukumnya, yakni OC Kaligis, Nazaruddin juga mengatakan bahwa dirinya yakin pernyataannya tersebut akan menimbulkan hujan bantah dari kader-kader politisi yang ia sebut dalam pesan BBm sebelumnya.

Nazaruddin pun dalam BBM merasa yakin bahwa KPK tidak berani untuk menindaklanjuti isi pesannya tersebut.(*)
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011