"Kami mencatat setidaknya ada 600 akun berpotensi radikal," kata Boy dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Akun tersebut berisikan 650 konten propaganda. Dari angka itu, 409 konten bersifat umum atau konten bersifat informasi serangan, 147 konten anti dengan NKRI, 85 konten anti-Pancasila, tujuh konten intoleran, dan dua konten berkaitan dengan paham takfiri.
"Ada 40 konten karena pendanaan terorisme di dunia maya yang cukup dominan akhir-akhir ini," ungkap Boy.
Selain itu, ada 13 konten berkaitan dengan pelatihan. Pengawasan itu, kata Boy, bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, di antaranya kepolisian, BSSN, BIN, TNI, dan Kominfo.
Boy menyebutkan terdapat lima tugas pokok BNPT berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, yakni merumuskan, mengoordinasikan, serta melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang kesiapsiagaan nasional, kontraradikalisasi, dan deradikalisasi.
Selanjutnya, mengoordinasikan antarpenegak hukum dalam penanggulangan terorisme; mengoordinasikan pemulihan korban; merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kerja sama internasional.
BNPT juga menjadi pusat analisis dan pengendalian krisis yang berfungsi sebagai fasilitas bagi Presiden untuk menetapkan kebijakan dan langkah penanganan krisis, termasuk pengerahan sumber daya dalam menangani terorisme.
Baca juga: Kepala BNPT: Penyebaran radikalisme mengalami peningkatan pesat
Baca juga: BNPT dorong anak muda miliki pola pikir kritis hindari terorisme
Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022