Jakarta, 7/7 (ANTARA) - Sejarah bukan sekedar deretan angka tahun, bulan, dan tanggal. Bukan pula hafalan tentang siapa, di mana, dan kapan peristiwa itu terjadi. Sejarah menjawab "bagaimana" dan "mengapa," yang bisa dijadikan analisa sosial berbagai masalah di Indonesia. Demikian pendapat Wakil Presiden Boediono, yang bersama Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, membuka Konferensi Nasional Sejarah ke-9 dengan tema Menggali Kearifan Sejarah sebagai Peneguhan Karakter Bangsa, yang diselenggarakan di Hotel Bidakara, 5-7 Juli.

Menurut Wapres, sejarah dapat menjadi pedoman untuk melangkah di masa depan. "Melalui sejarah, kita bisa mengetahui kekuatan dan kelemahan kita sebagai sebuah bangsa," ujar Wapres, seraya mengutip ucapan filsuf George Santayana, Bangsa yang selalu mengulang kesalahan yang sama, adalah bangsa yang tidak memiliki kearifan.

Dalam hal ini, para sejarawan memiliki peran strategis untuk membangun perspektif dan karakter bangsa.

Menbudpar Jero Wacik menghimbau para sejarawan, agar dalam menulis sejarah, selalu mengutamakan objektivitas dan kearifan, agar tidak menimbulkan perselisihan. "Jangan hanya menulis tentang keburukan para pelaku sejarah. Tapi, tulis juga kebaikan dan prestasinya. Agar masyarakat mengambil sisi positifnya," tegas Jero Wacik.

Indonesia sebagai bangsa yang besar, menurut Jero Wacik, adalah bangsa yang memiliki sejarah kejayaan di masa lalu, terutama pada masa kerajaan Sriwijaya hingga Majapahit.

"Para pemimpin bangsa ini, harusnya belajar dari kejayaan Sriwijaya. Supaya bisa menjadi sauri tauladan yang baik," harap Jero Wacik.

Ia pun menyesalkan minimnya porsi pelajaran sejarah yang ditujukan kepada siswa SMA, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurutnya, generasi muda sejak dini haruslah diperkenalkan dengan sejarah bangsanya. Agar ia mengenal siapa dirinya, dan siapa bangsanya.

Karena itulah, DIrektorat Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dalam kesempatan ini juga meluncurkan buku Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI), yang terdiri dari 8 jilid. Proses penulisan SKI menghabiskan waktu 5 tahun, yang melibatkan 49 akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan pakar-pakar kebudayaan.

Jero Wacik melanjutkan, buku ini merupakan sebuah usaha untuk membangun karakter bangsa. Ia menganjurkan agar buku ini dijual bebas di toko-toko buku, agar dapat dikonsumsi generasi muda.

Menurut Mukhlis PaEni selaku Editor Umum SKI, dan Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia, buku ini dapat memupuk nilai-nilai kesejarahan bagi masyarakat. Setiap jilid memiliki tema masing-masing, yakni Religi dan Falsafah, Sistem Sosial, Seni Rupa dan Desain, Arsitektur, Seni Pertunjukan dan Seni Media, Bahasa, Sastra, dan Aksara, Sistem Teknologi, dan Sistem Pengetahuan.

Pada Konferensi Nasional Sejarah ke-9 ini, juga digelar Kongres Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) ke-8. Selain mempertemukan para sejarawan, ajang ini akan mengevaluasi penulisan sejarah, melihat perkembangan teori dan metodologi ilmu sejarah, serta menginventarisasi dan mendokumentasi temuan-temuan sejarah. Ada 100 makalah yang akan dibahas. 30 makalah yang diundang sterring committee, dan 70 makalah hasil seleksi dari para sejarawan dan pemerhati sejarah.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Ka.Pusformas Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.


Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011