New York (ANTARA News) - Harga minyak bervariasi dengan merosot di New York tapi bertahan mantap di London pada Rabu waktu setempat, di tengah kekhawatiran bahwa krisis utang zona euro dan
kenaikan suku bunga lain di China dapat menurunkan permintaan energi global.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate untuk pengiriman Agustus, turun 24 sen menjadi ditutup pada 96,65 dolar AS per barel.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus naik satu sen menjadi ditutup pada 113,61 dolar AS per barel, menutup kerugian pada awal perdagangan.
"Ada begitu banyak headwinds hari ini untuk mendorong minyak mentah lebih rendah ... namun minyak mentah masih tergantung di sana," kata Matt Smith, seorang analis di Summit Energy, lapor AFP.
"Tidak ada data untuk mendukung sentimen secara umum. Hanya saja pasar tampaknya tidak ingin bergerak lebih rendah sejak melewati level 96 dolar."
Harga minyak pada awalnya turun setelah Beijing menaikkan suku bunga utama 25 basis poin, kenaikan ketiga tahun ini dan upaya terakhir yang ditujukan membatasi inflasi di ekonomi China yang tumbuh cepat.
"Tindakan China menaikkan suku bunga ... telah membangkitkan kekhawatiran sebuah pendaratan keras bagi perekonomian China, khususnya dalam pelemahan baru-baru ini dalam data (manufaktur) yang telah kita lihat dalam seminggu terakhir," kata Michael Hewson, analis CMC Markets.
"Hal ini pada gilirannya dapat membebani permintaan di masa mendatang yang pada gilirannya menimbulkan kekhawatiran bahwa China mungkin terlalu banyak bersandar pada rem dengan melakukan hal ini."
Secara terpisah, kekhawatiran tentang krisis Eropa membebani karena pedagang terus mencerna dampak dari keputusan Moody`s pada Selasa yang menurunkan peringkat utang Portugal ke status "junk" (sampah).
Pedagang juga melihat ke pertemuan pengaturan tingkat suku bunga Bank Sentral Eropa pada Kamis, ketika ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 0,25 persentase poin menjadi 1,5 persen dalam upaya untuk mengekang inflasi.
Langkah ECB kemungkinan akan memperlambat pertumbuhan Eropa dan pada gilirannya mengurangi permintaan energi. (A026/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011