Damaskus (ANTARA News) - Tentara Suriah membunuh paling sedikit 22 orang dalam serangan terhadap pusat kobaran di kota Hama yang memicu seruan penarikan segera AS, kata para aktivis Hak Asasi Manusia Rabu.

Tentara juga melukai lebih dari 80 orang ketika mereka menerobos penghalang jalan yang seadanya dibangun penduduk menyusul protes masif antipemerintah di kota berpenduduk sekitar 800.000 orang, kata Organisasi Nasional untuk Hak Asasi Manusia.

"Korban luka-luka sedang dirawat di dua rumah sakit di Hama," kata ketua kelompok hak asasi Ammar Qurabi kepada AFP di Nicosia, seraya menambahkan bahwa tentara telah memasuki rumah sakit Al-Hurani.

"Sejumlah besar penduduk Hama telah melarikan diri baik ke kota Al-Salamiya yang berdekatan atau ke Damaskus," kata Qurabi, seraya menambahkan bahwa "operasi cari dan bunuh serta penangkapan-penangkapan terus berlanjut di kota itu."

Amnesti Internasional yang berbasis di London menuduh penguasa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam penindasan mematikannya terhadap protes antipemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah menyapu negara itu sejak pertengahan Maret.

Syrian Observatory untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa mayat salah satu yang terbunuh dalam serangan Selasa telah dibuang ke sungai Orontes (Assi) di Hama, yang terkenal dengan penggilingan tenaga air kunonya.

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun berada diantara tiga orang yang dibunuh pasukan keamanan di pinggiran kota itu Senin, kata para aktivis yang dikontak melalui telepon dari Nicosia kepada AFP.

"Penduduk telah melakukan mobilisasi. Mereka siap mati untuk mempertahankan kota itu bila perlu daripada mengizinkan Angkatan Darat masuk," kata Rami Abdel Rahman, kepala Syrian Observatory yang berbasis di London.

"Penduduk tidur di jalan-jalan dan menyusun kantong pasir dan ban untuk memblokir serangan," katanya kepada AFP Selasa.

Aktivis lain menekankan bahwa Hama, tempat dimana sebanyak 500.000 orang turun ke jalan-jalan untuk berdemonstrasi Jumat melawan rezim Presiden Bashar al-Assad, mengadakan perlawanan "damai 100 persen".

Damaskus mengatakan bahwa korban jatuh di pihak pasukannya di tangan kelompok-kelompok bersenjata di kota itu.

"Pasukan keamanan, yang mengintervensi untuk memulihkan ketertiban di Hama dimana telah terjadi tindak sabotase... diserang dengan bom Molotov oleh kelompok-kelompok bersenjata," kata kantor berita resmi SANA.

"Seorang anggota pasukan keamanan dibunuh dan 13 terluka dalam bentrokan tersebut. Sejumlah orang bersenjata dibunuh dan lainnya luka-luka."

Namun Kementerian Luar Negeri AS mengatakan pihaknya juga tidak memiliki bukti bahwa protes tersebut tidak lain selain protes damai dan menyerukan pemerintah Suriah supaya menarik pasukannya dari Hama.

"Kami mendesak pemerintah Suriah agar segera menghentikan intimidasinya dan rangkaian penangkapan, agar menarik pasukan keamanannya kembali dari Hama dan kota-kota lain, dan membolehkan rakyat Suriah mengekspresikan pendapat mereka secara bebas supaya transisi menuju demokrasi yang murni dapat berlangsung," kata juru bicara Victoria Nuland.

"Pemerintah Suriah mengklaim bahwa pihaknya tertarik pada dialog pada saat yang sama mereka menyerang dan menyebar kekuatan di Hama, dimana demonstrasi tak lain daripada damai."

Sejak pasukan keamanan menembak 48 pemrotes di kota itu pada 3 Juni, Hama lolos dari cengkeraman rezim, menurut para aktivis. Keesokan harinya, lebih dari 100.000 orang yang berduka dilaporkan mengambil bagian dalam pemakaman mereka.

Hama menjadi lokasi pertumpahan darah pada 1982 dimana sekitar 20.000 orang tewas ketika angkatan darat menumpas pemberontakan Islamis menentang pemerintahan pendahulu presiden dan almarhun ayahnya, Hafez al-Assad.

"Amnesti Internasional menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan di Tall Kalakh sama dengan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata pemantau itu, meminta Dewan Keamanan PBB agar menyerahkan dugaan tersebut kepada jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

"Pengakuan-pengakuan yang telah kami dengar dari para saksi peristiwa di Tall Kalakh melukiskan gambaran yang sangat mengganggu terkait pelanggaran sistematis, terarah untuk menindas perbedaan pendapat," kata deputi direktur Amnesti Timur Tengah dan Amerika Utara, Philip Luther.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa lebih dari 1.300 warga sipil tewas dan ribuan ditangkap sejak protes mulai hampir empat bulan lalu. (ANT/K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011