Padahal di negara lain, pendidikan dijadikan sebagai investasi jangka panjang untuk membangun SDM demi kepentingan pembangunan ekonomi.
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat masalah pendidikan, Wildan Hasan Syadzili, menilai alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN masih sekadar jargon politik sehingga menyebabkan mahalnya biaya saat awal masuk sekolah maupun perguruan tinggi.
"Dalam praktiknya, tidak sampai 50 persen anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan itu benar-benar untuk peningkatan mutu pendidikan. Lebih banyak untuk belanja pegawai," ujarnya Wildan, di Jakarta, Rabu, menanggapi awal tahun ajaran baru sekolah yang seringkali membuat orang tua siswa pusing dengan biaya yang mahal.
Situasi itu, menurut Wildan yang juga mahasiswa Educational Leadership & Management La Trobe Universitas Melbourne Australia, ditunjang dengan perangkat peraturan yang mengkondisikan terjadi ketimpangan kualitas pendidikan antardaerah di Indonesia.
Hal demikian, katanya, disebabkan pemerintah pusat hanya bertanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan (education funding) terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakan pusat.
"Lalu untuk pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota, mereka yang bertanggung jawab sendiri," paparnya.
Lebih lanjut, menurut dia, situasi demikian terjadi karena pemegang kebijakan masih menganggap investasi pendidikan dianggap hanya membuang uang.
"Padahal di negara lain, pendidikan dijadikan sebagai investasi jangka panjang untuk membangun SDM demi kepentingan pembangunan ekonomi," cetusnya.
Dia menuturkan alokasi pendidikan di sejumlah negara lainnya jauh di atas Indonesia. Seperti di Australia sebanyak 46 persen dari APBN, Malaysia 2 persen, Singapura 32 persen, dan Amerika hingga 68 persen.
Ironinya, sistem pendidikan yang tidak berpihak kepada masyarakat banyak, sambung mantan Presiden Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, diperparah dengan kualitas pendidikan yang jauh dari kategori baik.
"Konyolnya, masyarakat membayar biaya pendidikan yang mahal, namun tidak setimpal dengan kualitas yang didapat," tambahnya.
Baik pemerintah maupun penyelenggara pendidikan, kata Wildan, sama-sama tidak memiliki tanggungjawab. Atas kondisi demikian, dia mengharapkan agar pemerintah dan DPR secara serius menambah dalam menanggung lebih besar biaya pendidikan untuk masyarakat.
"Negara harus lebih besar menanggung biaya pendidikan," tuturnya.
(D011)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011