Makassar (ANTARA News) - Mantan wakil presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa fenomena kebangkrutan yang terjadi di sejumlah daerah, antara lain disebabkan semangat otonomi yang berlebihan yang berujung pada pemekaran-pemekaran wilayah.
Usai memberikan orasi ilmiah di depan mahasiswa Pogram Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin di Makassar, Selasa, Kalla mengatakan pemekaran menyebabkan biaya belanja daerah tinggi.
"Sementara pendapatan asli daerah (PAD) belum bisa segera ditingkatkan karena baik daerah induk maupun yang dimekarkan membutuhkan beberapa penyesuaian," katanya.
Kemampuan Dana Alokasi Umum dari pusat juga masih rendah, sehingga hanya habis untuk belanja pegawai, ujarnya.
Sementara itu, masih banyak daerah baik daerah pemekaran maupun yang lama, masih melakukan perekrutan pegawai melebihi kebutuhan, sehingga terjadi pembengkakan anggaran rutin dan biaya-biaya yang tidak penting lainnya, katanya.
Kalla menambahkan, solusi atas masalah tersebut yakni efesiensi dengan menghitung secara proporsional jumlah pegawai dan kantor sesuai kebutuhaan daerah. Dana yang ada sebaiknya dialihkan ke pembangunan infrastruktur umum, tambahnya.
"Memang tidak semua daerah begitu. Banyak juga yang baik. Tapi kalau ada daerah pemekaran yang benar-benar tidak bisa memperbaiki perekonomiannya, sebaiknya dipikirkan untuk lebur kembali dengan daerah induk," ujarnya.
Sebelumnya, LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) merilis data perkiraan kebangkrutan 124 daerah di Indonesia, 2-3 tahun mendatang. Ancaman tersebut diakibatkan belanja pegawai yang lebih besar dari belanja modal.
Menurut Sekjen FITRA Yuna Farhan, ke-124 daerah tesebut menganggarkan belanja pegawai hingga diatas 60 persen, sementata belanja modal hanya 1-15 persen dari APBD-nya.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 daerah bahkan memiliki anggaran belanja pegawai diatas 70 persen. Pemerintah Daerah (Pemda) yang paling besar mengalokasikan anggaran belanja pegawai adalah Kabupaten Lumajang hingga 83 persen dan belanja modal hanya satu persen.
(KR-AAT/Z003)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011