"Ini (masalah TKI) sensitif, karena itu tidak bisa dibandingkan masalah ekonomi dan politik yang ditentukan pendapatan dan persaingan, sebab nyawa manusia itu menyangkut kehormatan bangsa," katanya di Surabaya, Selasa.
Disela membesuk kakak kandungnya KH Muchit Muzadi yang dirawat di RSI Jemursari, Surabaya, ia menjelaskan Satgas TKI hanya mampu bertindak secara teknis, padahal masalah TKI juga menyangkut diplomasi.
"Karena itu, Presiden harus bertindak langsung, karena kehormatan bangsa dipertaruhkan di sini. Negara harus hadir dalam masalah ini," ujar pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang dan Depok itu, menegaskan.
Menurut mantan Ketua Umum PBNU itu, Presiden sebaiknya melakukan pembicaraan diplomatis antarkepala negara untuk membahas sejumlah TKI yang bermasalah di negara lain.
Setelah itu, hasilnya diserahkan kepada menteri terkait untuk bergerak secara teknis, namun para menteri sudah tinggal menindaklanjuti kesepakatan antarpresiden itu.
"Jadi, bukan diserahkan kepada tim teknis di bawah menteri yang tidak akan mampu berbuat secara `policy`, sehingga masalah TKI akan terus muncul dari tahun ke tahun," paparnya.
Ia menegaskan bahwa masalah TKI ini jangan dibuat "sembrono" (asal-asalan), karena menyangkut jutaan warga di negara orang.
"Negara jangan hanya menunggu masalah yang menyangkut nasib banyak warga itu tenggelam dan muncul secara silih berganti tanpa tindakan untuk mengatasi agar tidak terulang," ujarnya.
Hingga kini, tercatat 303 TKI yang tersangkut proses hukum di negeri orang (22 TKI di antaranya di Arab Saudi), namun 87 TKI sudah menjalani beragam sanksi hukum dan 216 TKI masih dalam proses penantian sanksi yang harus diterimanya.
(E011/C004)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011