Purwakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi merupakan pejabat yang mempunyai pengikut terbanyak di akun YouTube-nya dengan tiga juta subscriber.
“Bagi saya ini sebuah kebahagiaan. Dengan tiga juta subscriber, sekarang kinerja saya mendapat respons positif,” katanya, di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu.
Terhitung sejak Jumat 21 Januari 2022, jumlah pengikut akun YouTube Dedi Mulyadi, Kang Dedi Mulyadi Channel telah menembus tiga juta subscriber.
Akun YouTube Kang Dedi Mulyadi itu dibuat sejak 17 November 2017. Namun Dedi baru aktif mengunggah berbagai macam video ke channel YouTube-nya sekitar awal Januari 2020 saat ia aktif sebagai anggota DPR RI.
Dalam kurun waktu 1 tahun lebih atau 31 Maret 2021 akun YouTube Dedi Mulyadi berhasil tembus hingga 1 juta subscriber hingga diganjar Gold Play Button.
Baca juga: Anggota DPR: Rapat pakai bahasa Sunda wajar
Kemudian, tepat pada pertengahan Oktober 2021 atau tujuh bulan sebelumnya akun YouTube Dedi tembus hingga dua juta subscriber.
Kini dalam kurun waktu dua bulan, jumlah subscriber kembali bertambah berlipat menjadi tiga juta pengikut.
Saat ini total ada 1.898 video yang diunggah Dedi Mulyadi di akun YouTube-nya. Secara keseluruhan hingga Sabtu 22 Januari 2022 dini hari video tersebut telah ditonton 623,1 juta kali.
Salah satu video paling popular adalah saat Kang Dedi Mulyadi ngamuk saat mendapat aduan warga adanya alih fungsi hutan bambu menjadi kebun pisang. Video yang diunggah lima bulan lalu itu ditonton hingga 6,3 juta kali.
Video yang diunggah oleh Dedi Mulyadi beragam. Tidak hanya soal kehidupan sehari-hari dan keluarga, sejumlah video juga banyak yang berisi kisah inspiratif perjalanan Dedi bertemu dengan masyarakat.
Sejumlah kegiatan Dedi sebagai anggota DPR RI juga diunggah dalam akun YouTube-nya.
Baca juga: Anggota DPR mengamuk lihat tanah galian berceceran di jalan Subang
Terkait jumlah subscriber yang telah mencapai tiga juta pengikut, Dedi Mulyadi merasa bersyukur dan terima kasih.
“Hatur nuhun, terima kasih. Semoga bisa terus menginspirasi dan menebar cinta pada sesama. Karena berbagi tak akan mengurangi,” ucap Dedi.
Dedi berharap dengan mengunggah berbagai kegiatan di kanal YouTube bisa mengubah citra seorang anggota DPR di mata masyarakat.
“Jujur saja selama ini anggota DPR selalu salah di mata publik, tidak pernah ada benarnya. Contohnya kalau pejabat eksekutif ke luar negeri tidak pernah jadi sorotan, tapi beda dengan Anggota DPR. Begitu juga soal gaji, padahal banyak pejabat yang gajinya lebih besar tapi tidak pernah menjadi sorotan,” ucap Dedi.
Menurutnya, pencapaian saat ini tidak lepas dari penilaian masyarakat yang mulai terbuka dengan kinerja anggota DPR RI karena patut diakui apa pun yang dilakukan seorang anggota legislatif akan selalu salah di mata masyarakat.
Dalam unggahannya beberapa waktu lalu Dedi menjelaskan bahwa video yang diunggah adalah kejadian asli tanpa "gimmick" atau settingan.
Baca juga: Dedi Mulyadi mengakui channel YouTube-nya berisi pencitraan
“Jadi kalau ada orang yang bilang buat konten, saya mah tidak pernah bikin konten, yang ada hanyalah perjalanan yang direkam oleh kamera kemudian diposting,” ujar Dedi Mulyadi.
Menurutnya, hal tersebut dilakukan karena kini memasuki abad digital sehingga setiap kegiatan dan pekerjaan bisa dilihat langsung oleh masyarakat.
“Kita sebagai pejabat publik kalau tidak mempublikasikan apa yang dilakukan nanti disangka dianggap tidak ada kerjaan,” katanya.
Tapi, kata Dedi, apa yang ia lakukan banyak dinilai sebagai bentuk pencitraan. Hal tersebut dibenarkan karena setiap pejabat publik harus punya citra dan citra itu harus dilakukan secara konsisten.
“Bukan pura-pura atau dadakan, ada kamera pura-pura pungut sampah, ada kamera pura-pura peluk orang miskin, di depan kamera empatinya tinggi, bukan itu. Tapi ada kamera atau tidak ya tetap kita melakukan apa yang menjadi tradisi hidup kita,” katanya.
Pada akhirnya citra tersebut akan terbangun dari mulut ke mulut. Dalam bahasa Sunda, Dedi menyebutnya dengan istilah "sabiwir hiji".
“Dalam Sunda itu jadi sabiwir hiji, menjadi satu cerita tokoh yang diceritakan banyak orang. Itu dalam ilmu politik sekarang disebut popularitas,” katanya.
Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022