Benghazi, Libya (ANTARA News/AFP) - Jet-jet tempur NATO secara dramatis meningkatkan operasi pemboman di Libya, ketika kelompok pemberontak menyatakan tekadnya untuk merebut kembali sebuah pintu gerbang utama menuju Tripoli.
Menurut data aliansi itu Senin, pesawat-pesawat NATO melancarkan 71 serangan dalam 24 jam, hampir dua kali lipat dari jumlah biasanya dalam beberapa pekan terakhir ini, dengan membom sasaran-sasaran di wilayah timur di Brega dan sekitar Tripoli pada Minggu tengah malam.
Tujuh-belas serangan menghantam kendaraan-kendaraan lapis baja, pusat komando dan pengawasan, fasilitas penyimpanan militer dan sebuah tank di Brega, 150 kilometer dari ibu kota pemberontak, Benghazi.
Serangan-serangan NATO juga menghantam sasaran di daerah-daerah barat, timur dan selatan Tripoli, termasuk di Gharyan di kawasan Pegunungan Nafusa, dimana sebagian besar pertempuran hebat berlangsung dalam beberapa pekan ini.
Serangan-serangan itu dilakukan ketika pemberontak Libya hari Sabtu mengumumkan niat mereka untuk bergerak maju keluar dari wilayah kantung perbukitan mereka di kawasan gunung itu, yang terletak sebelah selatan Tripoli, dalam waktu 48 jam.
"Dalam dua hari mendatang, (revolusioner) akan muncul dengan jawaban-jawaban, akan ada perubahan di garis depan," kata juru bicara kelompok pemberontak Kolonel Ahmed Omar Bani.
Pemberontak mundur pekan lalu dari kota dataran Bir al-Ghanam, sekitar 80 kilometer dari Tripoli, karena pemboman loyalis pemerintah Muammar Gaddafi.
Namun, Prancis pekan lalu mengirim bantuan senjata yang kontroversial kepada pemberontak di Pegunungan Nafusa dan NATO membom posisi-posisi loyalis di sekitar Bir al-Ghanam dan lokasi lain lagi di garis depan sekitar wilayah kantung pemberontak tersebut.
Sementara itu Minggu, Turki bergabung dengan sejumlah negara mengakui kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) sebagai perwakilan sah rakyat Libya.
"Kami berpendapat Dewan Transisi Nasional adalah perwakilan sah rakyat Libya," kata Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu di Benghazi setelah Turki menarik utusannya dari Tripoli dan menerapkan sanksi-sanksi baru terhadap rejim Muammar Gaddafi.
Selain Turki, sejumlah negara yang telah mengakui NTC sebagai perwakilan sah rakyat Libya adalah Uni Emirat Arab (UAE), Australia, Inggris, Prancis, Gambia, Italia, Yordania, Malta, Qatar, Senegal, Spanyol dan AS.
Dewan itu, yang mengatur permasalahan kawasan timur yang dikuasai pemberontak, melobi keras untuk pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel pemimpin Libya Muammar Gaddafi.
Negara-negara besar yang dipelopori AS, Prancis dan Inggris membantu mengucilkan Gaddafi dan memutuskan pendanaan dan pemasokan senjata bagi pemerintahnya, sambil mendukung dewan pemberontak dengan tawaran-tawaran bantuan.
Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.
Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya.
Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rejim Gaddafi.
Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Gaddafi, yang membuat marah Barat.
Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Gaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Gaddafi kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.
Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.
Gaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Gaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.(*)
(Uu.M014)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011