Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan memastikan tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan memilih opsi mengendalikan konsumsi bahan bakar dimaksud untuk menjaga anggaran serta kuota volume yang sudah ditetapkan dalam APBN.
"Jadi kuota itu pasti disesuaikan, kalau tidak dikendalikan itu bisa tinggi. Untuk itu program pemerintah yang utama adalah mengendalikan BBM bersubsidi. Kalau ditanya tentang penyesuaian harga, kita pada saat ini tidak ada rencana," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo seusai rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Senin.
Menkeu juga menegaskan, walau opsi untuk dilakukan penyesuaian BBM bersubsidi diperbolehkan dalam UU APBN namun opsi tersebut tidak pernah menjadi pilihan dari Kementerian Keuangan.
"Pada saat ini kita tidak ada rencana untuk menaikkan BBM, tetapi kita memahami bahwa UU memperbolehkan untuk menyesuaikan harga BBM," ujarnya.
Ia memastikan pemerintah akan terus berkoordinasi untuk menjaga agar BBM bersubsidi tidak akan melampaui volume kuota dalam APBN sebesar 38,6 juta kiloliter dan menjaga agar anggaran subsidi tidak terbebani.
"Pengendalian BBM itu yang akan bisa membuat anggaran kita untuk bidang BBM dapat terjaga. Jadi inisiatif-inisiatif itu sudah dipersiapkan sebetulnya sejak Oktober 2010 dan nanti akan terus dipertajam untuk bisa diimplementasikan agar kita bisa mengendalikan pos-pos subsidi," kata Menkeu.
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu memaparkan kepada Badan Anggaran DPR RI, realisasi subsidi energi terutama untuk BBM pada semester I mencapai Rp41,6 triliun dari target Rp95,9 triliun, naik dibanding tahun lalu yang besarnya Rp30,2 triliun dari target Rp88,9 triliun.
Menurut Menkeu, tingginya realisasi tersebut dikarenakan akibat tingginya realisasi ICP hingga Mei yang mencapai 110,4 dolar AS per barel dibandingkan tahun lalu 82,2 dolar AS per barel.
"Tingginya realisasi juga disebabkan karena adanya peningkatan volume konsumsi BBM bersubsidi yang hingga Mei mencapai 16,5 juta kilo liter atau 42,8 persen dari pagu APBN atau naik 7,4 persen dari periode sama tahun lalu," ujarnya.
Sedangkan untuk prognosis semester II diperkirakan subsidi BBM akan menghabiskan angka Rp79,2 triliun sehingga akan membengkak sebesar Rp120,8 triliun atau lebih tinggi dari target APBN Rp95,9 triliun.
"Ada kelebihan Rp24,9 triliun karena sebagai implikasi kenaikan ICP dari asumsi 80 dolar AS per barel menjadi sekitar 95 dolar AS per barel, selain itu volume konsumsi diperkirakan mencapai 38,9-40,5 juta kilo liter," ujar Menkeu.
(S034/S025)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011